Keyakinan Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah Kalamullah (firman Allah) yang diturunkan dengan huruf serta maknanya, dan bukan makhluk, berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Al-Qur’an adalah mukjizat yang membuktikan kebenaran apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan akan terpelihara hingga hari kiamat. Allah ‘azza wa jalla berbicara/berfirman sesuai dengan kehendak-Nya, kapan Dia kehendaki, dan bagaimana Dia kehendaki. Ucapan Allah ’azza wa jalla adalah hakiki dengan huruf dan suara, hanya saja kita tidak tahu bagaimana hakikatnya serta tidak perlu menelusurinya.
Abu ’Utsman Ash-Shabuni berkata dalam risalahnya yang berjudul ’Aqiidatus-Salaf Ashhaabil-Hadiits :
”Ashhaabul-Hadits bersaksi dan meyakini bahwasannya Al-Qur’an adalah Kalamullah, kitab-Nya, wahyu-Nya, yang diturunkan-Nya, dan bukan makhluk. Barangsiapa yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk serta meyakininya, maka ia adalah kafir menurut mereka (Ashhaabul-Hadits). Al-Qur’an adalah Kalamullah, wahyu-Nya, yang diturunkan melalui perantaraan Jibril kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dalam bahasa Arab yang dapat dipahami oleh kaumnya. Ia merupakan kabar gembira, sekaligus sebagai peringatan sebagaimana firman-Nya : ”Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas” (QS. Asy-Syu’araa’ : 192-195). Ia adalah kitab yang disampaikan oleh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasalam kepada umatnya sebagaimana dikhabarkan melalui firman Allah : ”Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu” (QS. Al-Maaidah : 67). Semua itu merupakan Kalamullah ’azza wa jalla. Jadi, apa yang disampaikan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam tersebut adalah Kalamullah.
Oleh karena itu beliau shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Apakah kalian menghalangiku untuk menyampaikan kalam Rabb-ku ?” [1] . Al-Qur’an adalah yang dihafal di dalam dada, yang dibaca dengan lisan, dan yang dituliskan dalam mushhaf. Bagaimanapun qari’ membacanya, lafadh yang diucapkan dan yang dihafal oleh penghafal, mana saja dibacakan, di tempat mana saja dibaca atau tertulis dalam mushhaf umat Islam atau di papan tulis anak-anak mereka; semuanya itu adalah Kalamulah. Bukan makhluk. (Barangsiapa yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk), maka ia kafir kepada Allah Yang Maha Agung” [selesai].
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam kitabnya As-Sunnah (no. 25) dari Al-Imam Sufyan bin ’Uyainah bahwa ia berkata :
القرآن كلام الله عزوجل من قال مخلوق فهو كافر ومن شك في كفره فهو كافر
”Al-Qur’an adalah Kalamullah. Barangsiapa yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia kafir. Dan barangsiapa yang ragu akan kekafiran orang tersebut, maka ia juga kafir” [selesai].
Diriwayatkan dari ’Utsman Al-Wasithi, ia berkata :
سمعت ابن عيينه يقول ما يقول هذا الدويه يعني بشر المريس قالوا يا أبا محمد بن أبي عمران القرآن مخلوق قال فقد كذب قال الله عز وجل ألا له الخلق والأمر فالخلق خلق الله والأمر القرآن وكذلك قال أحمد بن حنبل ونعيم بن حماد ومحمد بن يحيى الذهلي وعبد السلام بن عاصم الرازي وأحمد بن سنان الواسطي وأبو حاتم الرازي
”Aku mendengar Ibnu ’Uyainah berkata : ”Apa yang dikatakan oleh hewan kecil ini ?” – yaitu Bisyr Al-Marisi - . Mereka berkata : ”Wahai Abu Muhammad bin Abi ’Imran, (ia mengatakan) bahwa Al-Qur’an itu makhluk”. Ibnu ’Uyainah berkata : ”Dia dusta, karena Allah ’azza wa jalla berfirman : ”Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hal Allah” (QS. Al-A’raf : 54)”.
Al-Khalqu adalah makhluk Allah dan al-amru adalah Al-Qur’an”.
(Setelah membawakan riwayat tersebut, Al-Imam Al-Laalika’i berkata : ) ”Begitulah yang dikatakan Ahmad bin Hanbal, Nu’aim bin Hammad, Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhliy, ’Abdus-Salam bin ’Ashim Ar-Razi, Ahmad bin Sinan Al-Wasithi, dan Abu Hatim Ar-Razi” [Syarh Ushul I’tiqaad Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah oleh Al-Imam Al-Laalika’i hal. 219; Maktabah Al-Misykah].
Telah berkata Ar-Rabi’ :
سمعت الشافعي رحمه الله تعالى يقول : القرآن كلام الله عز وجل غير مخلوق ، ومن قال مخلوق فهو كافر
Aku mendengar Asy-Syafi’i rahimahullah ta’ala berkata : ”Al-Qur’an itu adalah Kalamullah ’azza wa jalla. Bukan makhluk. Barangsiapa yang mengatakan bahwasannya ia adalah makhluk, maka ia telah kafir” [Asy-Syarii’ah oleh Al-Imam Al-Ajurri hal. 59; Maktabah Al-Misykah].
Syaikhul-Islam Ibnu Tamiyyah berkata :
وأما المنصوص الصريح عن الإمام أحمد، وأعيان أصحابه، وسائر أئمة السنة والحديث، فلا يقولون: مخلوقة ولا غير مخلوقة، ولا يقولون: التلاوة هي المتلو مطلقًا، ولا غير المتلو مطلقًا كما لا يقولون: الاسم هو المسمى، ولا غير المسمى.
وذلك أن [التلاوة والقراءة] كاللفظ قد يراد به مصدر تلى يتلو تلاوة، وقرأ يقرأ قراءة، ولفظ يلفظ لفظًا، ومسمى المصدر هو فعل العبد وحركاته، وهذا المراد باسم التلاوة والقراءة. واللفظ مخلوق، وليس ذلك هو القول المسموع الذي هو المتلو. وقد يراد باللفظ الملفوظ، وبالتلاوة المتلو، وبالقراءة المقروء، وهو القول المسموع، وذلك هو المتلو، ومعلوم أن القرآن المتلو الذي يتلوه العبد، ويلفظ به غير مخلوق، وقد يراد بذلك مجموع الأمرين، فلا يجوز إطلاق الخلق على الجميع ولا نفي الخلق عن الجميع.
”Nash-nash yang jelas dari Imam Ahmad, para imam sunnah, dan para ahli hadits menyatakan bahwa mereka tidaklah mengatakan bahwa Al-Qur’an yang aku lafadhkan adalah makhluk atau bukan makhluk. Mereka juga tidak menyatakan bahwa bacaan itu identik dengan yang dibaca secara mutlak. Hal itu sebagaimana mereka tidak mengatakan bahwa nama itu identik dengan yang diberi nama atau tidak identik dengan yang diberi nama.
Hal tersebut dikarenakan tilawah dan qira’ah seperti lafadh, terkadang yang dimaksud adalah mashda-rnya :
تَلَى – يَتْلُوْ - تِلاوَةً، وَقَرَأَ - يَقْرَأُ - قِرَاءَةً، وَلَفَظَ – يَلْفَظُ - لَفْظًا
Dan dinamakan mashdar itu adalah karena ia merupakan perbuatan hamba dan gerakannya. Jadi itulah yang dimaksud dengan kata tilawah, qira’ah, dan lafadh itu adalah makhluk. Bukanlah hal itu merupakan ucapan yang terdengar, yaitu sesuatu yang dibaca. Terkadang maksud lafadh adalah sesuatu yang dilafadhkan, tilawah adalah yang ditilawahkan, qira’ah adalah yang dibacakan; yaitu ucapan yang didengar atau dibaca. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Al-Qur’an yang dibaca, yaitu yang dibaca dan yang dilafadhkan oleh seorang hamba. Al-Qur’an yang dibaca ini bukan makhluk. Dan terkadang maksudnya adalah kedua hal yang telah disebutkan. Tidak boleh memutlakkan untuk mengatakan semuanya adalah makhluk atau menafikkannya bukan makhluk” [Majmu’ Fataawaa oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah 12/107; Maktabah Al-Misykah].
Terakhir kami tegaskan kembali bahwa : Al-Qur’an adalah Kalamullah dan bukan makhluk. Tidak boleh melemah untuk mengatakan Al-Qur’an itu makhluk, karena sesungguhnya Kalam Allah itu tidak terpisah dari-Nya, dan tidak ada suatu bagian pun dari-Nya yang merupakan makhluk. Hindarilah berdebat dengan orang yang membuat perkara baru dengannya, orang yang mengatakan lafadhku dengan Al-Qur’an adalah makhluk dan selainnya, serta orang yang tawaquf (abstain) tentangnya yang mengatakan : ”Aku tidak tahu Al-Qur’an itu makhluk atau bukan makhluk, akan tetapi ia adalah Kalamullah”. Karena orang seperti ini adalah ahli bid’ah, serupa halnya dengan orang yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk. Sesungguhnya Al-Qur’an adalah Kalamullah, dan bukan makhluk [2].
Semoga risalah singkat ini dapat bermanfaat bagi para Pembaca sekalian.
========
Catatan kaki :
[1] HR. Abu Dawud no. 4734, At-Tirmidzi no. 2925 dan Ibnu Majah no. 197, Ad-Daarimi no. 3354, Ahmad no. 15229, dan Al-Hakim no. 4220 dengan lafadh :
فإن قريشاً قد منعوني أن أبلغ كلام ربي
“Sesungguhnya kaum Quraisy telah menghalangiku untuk menyampaikan kalam Rabb-ku” .
[2] Diambil dari perkataan Imam Ahmad dalam Ushulus-Sunnah.
987สล็อต
-
987สล็อต หากคุณเป็น แฟน เกมคาสิโนและชอบความ ตื่น เต้นของการเล่นสล็อต
987สล็อต อย่ามองข้าม 987 Slots สำหรับสุดยอดการผจญภัยในคาสิโนของคุณ
ด้วยเกมสล็อตที่หล...
Setahun yang lalu
Tiada ulasan:
Catat Ulasan