28 Mei 2010

3 Tanda seseorang Mendapat taufiq & Dihinakan Allah

Di dalam Kitab Al Hikam di sebutkan, bahawa tanda-tanda seseorang mendapat taufik Allah ada tiga:

Pertama; Mudah mengerjakan amal kebaikan, padahal ia tidak berniat utnuk melakukanya.

Kedua; Saat terjerumus akan berbuat maksiat, tetapi ia selalu terhindar daripadanya.

Ketiga; Selalu terbuka baginya perlukan pertolongan Allah.

Sedangkan tanda-tanda bagi seseorang yang dihinakan oleh Allah juga ada tiga:

Pertama; Sulit melakukan ibadah padahal ia sudah berusaha sungguh-sungguh untuk mengerjakanya.

Kedua; Mudah terjerumus kedalam maksiat, padahal ia telah berusaha untuk menghindarinya.

Ketiga; Tertutupnya pintu merasa perlu kepada Allah, Sehingga ia tidak perlu berdo’a dalam segala hal

Lembutkan Hatimu

Allah ta’ala berfiman (yang artinya), “Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk secara khusyu’ mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang diwahyukan kepada mereka dan janganlah mereka berlaku seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.” (QS. Al-Hadid : 16).

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu adalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu, serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering, dan kemudian kamu lihat warnanya kuning dan kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu. Berlomba-lombalah kamu untuk mendapatkan ampunan dari Rabbmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman bagi Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.”(QS. Al-Hadid : 20-21).

Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua buah nikmat yang banyak orang tetipu oleh keduanya; yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6049]).

Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jadilah kamu di dunia laksana orang yang asing atau musafir yang sedang bepergian.” Ibnu Umar berkata, “Jika kamu berada di waktu sore jangan menunda-nunda amal hingga pagi hari. Kalau kamu berada di waktu pagi jangan menunda-nunda amal hingga waktu sore. Manfaatkan kesehatanmu sebelum tiba sakitmu. Dan gunakan masa hidupmu sebelum tiba matimu.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6053]).

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu mengatakan, “Dunia pasti akan lenyap meninggalkan kalian, sedangkan akhirat menanti di hadapan kalian. Masing-masing dari keduanya memiliki anak keturunan. Jadilah kalian anak-anak pengejar akhirat, janganlah kalian menjadi anak-anak pemuja dunia. Sesungguhnya hari ini (dunia adalah waktu beramal dan belum ada hisab. Sedangkan esok hari (akhirat) adalah hisab tanpa ada kesempatan untuk beramal.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq).

Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta niscaya dia akan mencari lembah yang ketiga. Tidak ada yang dapat memenuhi (kerakusan) perut anak Adam selain tanah. Dan Allah akan menerima taubat bagi siapa saja yang mau bertaubat kepada-Nya.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6072]).

Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah amal salah seorang dari kalian itu bisa menyelamatkan dirinya.” Para sahabat bertanya, “Tidak juga anda wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Tidak juga saya, hanya saja Allah telah mengaruniakan rahmat-Nya untukku. Lakukanlah yang ideal dan upayakanlah untuk mendekati ideal, segeralah beramal di waktu pagi dan sore, dan dengan memanfaatkan sedikit waktu di akhir malam. Sedang-sedanglah, niscaya kamu akan sampai.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6098]).

Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Akan masuk surga tujuh puluh ribu orang di antara umatku tanpa hisab, mereka adalah orang-orang yang tidak meminta diruqyah, tidak menganggap sial, dan hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [60107]).

Bukhari meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berani menjamin untukku menjaga sesuatu yang terletak di antara kedua jenggotnya, dan di antara kedua kakinya, maka aku berani untuk menjaminkan baginya surga.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6109]).

Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah satu di antara tujuh golongan orang yang akan diberi naungan Allah pada hari kiamat adalah; seorang yang mengingat Allah lantas kedua matanya pun mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6114]).

Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim sejati adalah yang orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya, sedangkan orang yang benar-benar berhijrah adalah yang meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6119]).

Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6120]).

Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Neraka itu diliputi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan surga diliputi oleh hal-hal yang disenangi.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6122]).

Anas bin Malik radhiyallahu’anhu mengatakan, “Sesungguhnya kalian akan melakukan perbuatan-perbuatan yang di mata kalian lebih ringan daripada rambut, namun bagi kami di masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam perbuatan itu termasuk perkara yang membinasakan.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq).

Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia suatu masa; ketika itu sebaik-baik harta seorang muslim adalah kambingnya yang dia gembalakan ke puncak-puncak bukit dan tempat-tempat tadah hujan, dia berlari menyelamatkan agamanya dari terpaan fitnah.” (HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6130]).

Abu Hanyf Kafaby April 15 at 2:16pm

6 Hal Yang Menutup Pintu Taufiq Allah

Syaqiq bin Ibrahim (w 194H), pernah mendawuhkan. Bahwa ada 6 hal yang menyebabkan pintu taufik Allah tertutup.

Pertama; Sibuk dengan nikmat, dan lupa bersyukur.

Kedua; Cinta terhadap ilmu, tetapi tidak mengamalkanya.

Ketiga; Cepat berbuat maksiat, dan lambat bertaubat.

Keempat; Bergaul dengan orang-orang Shaleh, tetapi tidak meneladani mereka.

Kelima; Dunia meninggalkanya, tetapi ia malah mengejar-ngejarnya.

Keenam; Akhirat mendatanginya, tetapi ia malah lari berpaling darinya.

Ali Muhtar Ghazali April 16 at 7:20am Reply

Memerangi Nafsu Dgn Riadhah & Taat

“Perangilah nafsumu dengan melakukan riyadhah dan melakukan ketaatan". Riyadhah dengan meninggalkan tidur, sedikit bicara, sedikit makan,
dan sabar dari gangguan manusia.

Dari kesemuanya itu, sedikit tidur dengan melakukan banyak dzikir
dapat memperbaiki hati, sedikit bicara membantu selamat, dan sabar
saat di timpa bencana membuat derajat lebih tinggi.

Dan sedikit makan dapat mengurangi kesenangan nafsu, sedang banyak
makan bisa menimbulkan kerasnya hati dan sirnanya cahaya hikmah.
Dan hal itu dapat menjauhkan dari Allah.” Itulah petua yang diberikan
Yahya bin Muadz Ar-Razi RA.

Ali Muhtar Ghazali April 16 at 5:25pm Reply

Sesungguhnya Habbatus Sauda'( Nigella Sativa) Adalah Penawar Segala Penyakit

Bismillah...

Setiap penyakit itu pasti ada obatnya, berdasarkan sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Setiap penyakit itu pasti ada obatnya. Oleh karena itu,
barang siapa yang tepat dalam melakukan pengobatan suatu penyakit,
maka dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dia akan sembuh.”
[HR. Muslim, dalam Kitab as-Salaam, bab Li kulli Daa-in Dawaa
wa Istihbabut Tadaawii, Hadits no. 2204]

Dan kewajiban kita adalah berkikhtiar dalam mencari obatnya dengan
usaha yang maksimal. Dalam usaha kita mengobati penyakit yang diderita, kita harus memperhatikan 2 hal:

Pertama, bahwa obat dan dokter hanya sarana kesembuhan, sedangkan yang benar-benar menyembuhkan adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kedua, ikhtiar tersebut tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang haram dan syirik. Yang haram ini seperti; berobat dengan menggunakan obat yang terlarang atau barang-barang yang haram, karena Allah tidak menjadikan penyembuhan dari barang yang haram. Dan tidak boleh pula berobat dengan
hal-hal yang syirik, seperti pengobatan alternatif dengan cara mendatangi dukun, tukang sihir, paranormal, orang pintar, menggunakan jin, pengobatan jarak jauh atau yang semisalnya yang tidak sesuai dengan syari’at, sehingga dapat mengakibatkan jatuh ke dalam syirik dan dosa besar yang paling besar. (Do’a & Wirid, karya Ust Yazid Jawas hal. 354)

Salah satu metode pengobatan yang dianjurkan oleh Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan Habbatus Sauda’, berikut ini adalah pembahasannya:

Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Dalam Habbatus Sauda’ ada obat dari segala penyakit, kecuali as-Saam”.

Ibnu Syihab (seorang rawi hadits ini) mengatakan : “as-Saam adalah kematian, dan Habbatus Sauda’ adalah asy-Syuniz.”
[HR. Bukhori, dalam Kitab at-Thibb, bab al-Habbatus Sauda', Hadits no. 5688]

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Sesungguhnya Habbatus Sauda’ ini adalah obat dari segala penyakit, kecuali as-Saam”. Aku berkata (Perawi hadits ini, yakni Kholid bin Sa’ad): “apa itu as-Saam?” dijawab (yakni oleh Ibnu Abi Atiq):“Kematian”.
[HR. Bukhori, dalam Kitab at-Thibb, bab al-Habbatus Sauda', Hadits no. 5687]

Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah ada suatu penyakit, kecuali dalam Habbatus Sauda’ terdapat kesembuhan baginya, kecuali as-Saam (kematian)”
[HR. Muslim, dalam Kitab as-Salaam, bab at-Tadawi bil Habbatis Sauda’. Hadits no. 2215]

Nama lain dari Habbatus Sauda` adalah Nigella Sativa, al-Karawiyyah as-Sauda’, al-Kamoun al-Aswad, asy-Syuniz, black cumin, kerosene, coal oil, carazna.

Menurut beberapa hasil penelitian, Habbatus Sauda` memiliki khasiat --dengan izin Allah-- :

1. Menguatkan immunity system pada diri manusia.
2. Melawan & menghancurkan sel-sel kanker/tumor.
3. Mengobati reumatik, peradangan serta infeksi.
4. Menghentikan dan menyembuhkan penyakit pilek.
5. Jika digoreng & dibakar kemudian dicium terus-menerus dapat
mengeliminasi gas (dalam) perut.
6. Membunuh cacing-cacing parasit jika dimakan sebelum makan pagi dan jika
diletakkan di atas perut dari bagian luar sebagai aromaspa atau luluran.
7. Minyaknya bermanfaat untuk menyembuhkan gigitan ular, juga bengkak
di dubur dan tahi lalat.
8. Menghilangkan sesak nafas & sejenis kesulitan nafas, melonggarkan
penyumbatan akibat dahak.
9. Melancarkan haidh yang tersendat.
10. Jika dibalutkan, bermanfaat untuk menyembuhkan pusing yang parah.
11. Apabila dimasak dengan cuka bersama kayu pinus dan kemudian dibuat
untuk berkumur, maka hal itu akan menghilangkan sakit gigi yang
disebabkan sensitifitas terhadap dingin.
12. Jika diminum, biji ini akan melancarkan kencing, haidh dan ASI.
13. Menyembuhkan gigitan Laba-laba.
14. Bila dibakar, asapnya dapat mengusir serangga.
15. Menghilangkan sendawa asam yang berasal dari dahak dan melancholia
(gangguan yang disebabkan kesedihan yang terus-menerus/depresi
sehingga merusak bagian empedu).
16. Menghilangkan Kusta (lepra).
17. Menghilangkan demam Quartan (yakni demam yang menyerang manusia selama
sehari kemudian mereda selama 2 hari kemudian menyerang lagi ketika
hari ke-4).
18. Jika ditumbuk dan dibuat adonan dengan madu dan air hangat dapat
menghancurkan batu yang muncul dalam ginjal dan kandung kemih serta
sifat diuretic (memperlancar air seni).
19. Apabila digoreng dan dicium terus-menerus dan dicampur dengan cuka
dapat menyembuhkan jerawat dan kudis serta menghilangkan peradangan
yang lebih kronis dari jerawat (tumor).
20. Jika digoreng tanpa minyak dan ditumbuk serta dicampur dengan minyak
zaitun kemudian diteteskan ke dalam hidung 3 tetes akan menyembuhkan
gejala pilek yang disertai bersin-bersin.
21. Jika dibakar dan dicampur dengan lilin dan minyak inai/henna atau
minyak bunga iris serta dibalurkan pada borok-borok/koreng yang keluar
di betis setelah dibersihkan dengan cuka, maka akan dapat
menghilangkannya.
22. Bermanfaat untuk menyembuhkan bekas gigitan anjing (Rabies) dan aman
dari kematian akibat rabies.
23. Jika dihirup akan bermanfaat bagi hemiplegia (semiparalysis/lumpuh
separuh).
24. Jika enzoat (celak persia) dicampur dengan air & dibalurkan ke
lingkaran dubur (lobang dubur/anus) dan juga diminum dengan dosis
sekitar 25 gr akan menyembuhkan Bawasir.
25. Jika disedot melalui hidung akan bermanfaat menghentikan air yang
keluar pada mata.
26. Dan lain-lain.

Aiman bin ‘Abdil Fattah mengatakan :”Karena itulah kami dapat menetapkan bahwa dalam Habbatus Sauda’ terdapat kesembuhan untuk segala macam penyakit, karena peranannya yang menguatkan dan memperbaiki sistem immunity, suatu sistem yang di dalamnya ada kesembuhan dari segala macam penyakit, yang bereaksi terhadap segala sebab yang menimbulkan penyakit, yang memiliki kemampuan awal untuk memberikan kesembuhan secara sempurna atau sebagian diantaranya untuk menyembuhkan segala penyakit”.

Beliau juga mengatakan : “Begitulah kejelasan hakikat ilmiah tentang hadits yang mulia ini, yang sebelumnya tidak pernah diketahui siapapun, apalagi dinyatakan kepada masyarakat luas. Padahal yang demikian itu sudah dinyatakan sejak 14 abad yang lampau, yang menerima wahyu dari Dzat Yang Maha Mengetahui segala rahasia makhluk-Nya. Benar apa yang difirmankan-Nya :
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemahuan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS An-Najm : 3-4).

Kemudian beliau (Aiman bin ‘Abdil Fattah) mengingatkan : “Investasi kajian dan penelitian tentang pengobatan ala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam semacam ini, dengan menggunakan sarana yang sederhana namun besar manfaatnya, harus bekerja sama dengan para pakar medis dan ahli pengobatan.

Kita tidak boleh mengubur kepala di dalam pasir dan mengabaikan penggunaannya, karena terprovokasi pengobatan dengan jenis rerumputan atau para produsen minyak, seperti yang terjadi belakangan ini.
Kita juga harus pasang kuda-kuda bahwa harga obat-obat kimiawi di seluruh negara Islam akan melonjak tajam dari harga saat ini, sesuai dengan tata tertib organisasi perdagangan internasional, yang melarang pembuatan obat-obatan kecuali di negara asalnya, yang dimulai tahun 2005 mendatang.

Karena itulah kami menghimbau kepada para peneliti orang-orang Muslim agar aktif mengeluarkan simpanan pengobatan ala Nabi, sesuai dengan penelitian ilmiah yang akurat, sebagaimana himbauan kami kepada para investor agar menanamkan modalnya untuk memproduksi obat-obatan berdasarkan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Janganlah mereka menunggu hingga orang-orang Muslim menjadi santapan obat-obatan kimiawi, sebagaimana kini mereka menjadi santapan berbagai produk makanan.”

Demikianlah sedikit tentang pengobatan dengan Habbatus Sauda`, dan masih ada beberapa metode pengobatan Nabawi seperti Bekam, Madu, dan lainnya yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit --bi idznillaahi ‘Azza wa Jalla--.
Wallaahu a’lam bish-Showaab.
======================================================
Maroji’ (referensi):
“BEKAM, Cara Pengobatan Menurut Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” (judul asli : Manhajus Salaamah fiimaa waroda fil Hijaamah). Karya asy-Syaikh DR. Muhammad bin Musa alu Nashr. Penerbit Imam asy-Syafi’i, Cetakan Pertama, Maret 2005 M.
“Pengobatan & Penyembuhan, menurut Wahyu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (judul asli : asy-Syifaa’ min Wahyi Khotamil Anbiyaa’) Karya Aiman bin ‘Abdil Fattah. Pustaka As-Sabil, cetakan kedua, Desember 2004 M.
“Do’a & Wirid, Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut al-Qur’an dan As-Sunnah”. Karya al-Ustadz Yazid bin ‘Abdil Qodir Jawas. Pustaka Imam asy-Syafi’i, cetakan keempat Juli 2004 M.
“Mausuu’atul Hadiitsin Nabawiy asy-Syariif (Ishdarul Awwal)”. Dari http://www.islamspirit.com/....
===================================

Nasihat Luqman Kpd Anaknya

Pada QS. Lukman: 12-19, Allah swt telah memberikan hikmah dan kearifan kepada Lukman. Oleh karena itu, ia bersyukur dan memanjatkan puji kepadaNya.

Bersyukur kepada Allah bukan untuk kepentinganNya, tetapi faedahnya akan diperoleh oleh orang yang bersyukur itu sendiri, karena Allah akan menambah nikmat kepada setiap orang yang bersyukur kepadaNya.

Lukman mewasiatkan kepada anaknnya hal-hal sebagai berikut:
1. Mengesakan Allah dan tidak mempersekutukanNya dengan yang lain.
2. Berbakti kepada orang tua sepanjang keduanya tidak menyuruh berbuat maksiat kepada Allah.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah dia berkata, aku bertanya kepada Nabi Muhammad saw tentang amal perbuatan yang disukai Allah, Nabi Muhammad saw bersabda: “Shalat pada waktunya”. Dia bertanya lagi: “Kemudian apa?”. Nabi Muhammad saw bersabda: “Berbuat baik kepada kedua orang tua”. Lalu dia bertanya lagi: “Kemudian apa?”. Nabi Muhammad saw bersabda: “Jihad di jalan Allah”. [HR. Bukhari Muslim].

Abu Hurairah ra. berkata bahwa seseorang datang kepada Rasulullah saw sambil berkata: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk mendapatkan perlakuanku (kebaktianku) yang paling baik?” Rasulullah saw bersabda: “Ibumu”. Kemudian dia bertanya: “Lalu siapa lagi?”. Rasulullah saw bersabda: “Kemudian ibumu”. Kemudian dia bertanya: “Lalu siapa lagi?”. Rasulullah saw bersabda: “Kemudian ibumu”. Kemudian dia bertanya: “Lalu siapa lagi?”. Rasulullah saw bersabda: “Kemudian bapakmu.” [HR. Bukhari Muslim].

3. Beramal shaleh.
4. Selalu mendirikan shalat.
5. Mengajak manusia berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar.

Dari Abu Hurairah ra., dia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Mukmin laki-laki dan mukmin perempuan senantiasa akan ditimpa bala’ (cobaan), baik jiwanya, anaknya, maupun hartanya, hingga dia berjumpa Allah dengan tidak ada kesalahan”. [HR. Tirmidzi].

6. Tidak sombong dan angkuh.

Ibu, Ayah..Aku Ingin Meraih Syurga


Ibu, ayah ... lewat berbakti padamu lah jalan menuju surga Rabbku.

Alhamdulilllah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ »

"Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina." Ada yang bertanya, "Siapa, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga."(HR. Muslim)

Dari Abdullah bin ’Umar, ia berkata,

رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ وَ سَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

"Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada
murka orang tua." (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam)

Jasa Orang Tua Begitu Besar

Sungguh, jasa orang tua apalagi seorang ibu begitu besar. Mulai saat mengandung, dia mesti menanggung berbagai macam penderitaan. Tatkala dia melahirkan juga demikian. Begitu pula saat menyusui, yang sebenarnya waktu istirahat baginya, namun dia rela lembur di saat si bayi kecil kehausan dan membutuhkan air susunya. Oleh karena itu, jasanya sangat sulit sekali untuk dibalas, walaupun dengan memikulnya untuk berhaji dan memutari Ka’bah.

Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka'bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang itu bersenandung,

إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ - إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ

Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.

ثُمَّ قَالَ : ياَ ابْنَ عُمَرَ أَتَرَانِى جَزَيْتُهَا ؟ قَالَ : لاَ وَلاَ بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ

Orang itu lalu berkata, "Wahai Ibnu Umar apakah aku telah membalas budi kepadanya?" Ibnu Umar menjawab, "Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan." (Adabul Mufrod no. 11. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih secara sanad)

Berbakti pada Orang Tua adalah Perintah Allah

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Isra’: 23)

Dalam beberapa ayat, Allah selalu menggandengkan amalan berbakti pada orang tua dengan mentauhidkan-Nya dan larangan berbuat syirik. Ini semua menunjukkan agungnya amalan tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (QS. An Nisa’: 36)

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa.” (QS. Al An’am: 151)

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14)

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 13-14)

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo'a: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni'mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".” (QS. Al Ahqaf: 15)

Pujian Allah pada Para Nabi karena Bakti Mereka pada Orang Tua

Perhatikanlah firman Allah Ta’ala tentang Nabi Yahya bin Zakariya ‘alaihimas salam berikut,

وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا

“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.” (QS. Maryam: 14)
Begitu juga Allah menceritakan tentang Nabi Isa ‘alaihis salam,

قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آَتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا (30) وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ مَا دُمْتُ حَيًّا (31) وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا (32)

“Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam: 30-32)

Amalan yang Paling Dicintai oleh Allah adalah Berbakti pada Orang Tua

Kita dapat melihat pada hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan,

سَأَلْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا » . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ » .قَالَ ثُمَّ أَىّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قَالَ حَدَّثَنِى بِهِنَّ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِى

“Aku bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya’. Lalu aku bertanya, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.’ Lalu aku mengatakan, ‘Kemudian apa lagi?’ Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Berjihad di jalan Allah’.”

Lalu Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan hal-hal tadi kepadaku. Seandainya aku bertanya lagi, pasti beliau akan menambahkan (jawabannya).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bakti pada Orang Tua Akan Menambah Umur

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِي عُمْرِهِ وَأَنْ يُزَادَ لَهُ فِي رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rizki, maka berbaktilah pada orang tua dan sambunglah tali silaturahmi (dengan kerabat).” (HR. Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi, yaitu hasan dilihat dari jalur lainnya)

Di antara Bentuk Berbakti pada Orang Tua

[1] Menaati perintah keduanya selama bukan dalam perkara yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ

“Tidak ada ketaatan dalam melakukan maksiat. Sesungguhnya ketaatan hanya dalam melakukan kebajikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

أَطِعْ أَبَاكَ مَا دَامَ حَيًّا وَلاَ تَعْصِهِ

“Tatatilah ayahmu selama dia hidup dan selama tidak diperinahkan untuk bermaksiat.” (HR. Ahmad. Dikatakan oleh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanadnya hasan)

[2] Mendahulukan perintah mereka dari perkara yang hanya dianjurkan (sunnah).
Sebagaimana pelajaran mengenai hal ini terdapat pada kisah Juraij yang didoakan jelek oleh ibunya karena lebih mendahulukan shalat sunnahnya daripada panggilan ibunya. Kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

[3] Menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia di hadapan keduanya, di antaranya adalah dengan tidak mengeraskan suara di hadapan mereka.

Dari Thaisalah bin Mayyas, ia berkata bahwa Ibnu Umar pernah bertanya, "Apakah engkau takut masuk neraka dan ingin masuk surga?" ”Ya, saya ingin”, jawabku. Beliau bertanya, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" "Saya masih memiliki seorang ibu", jawabku. Beliau berkata, "Demi Allah, sekiranya engkau berlemah lebut dalam bertutur kepadanya dan memasakkan makanan baginya, sungguh engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar."(Adabul Mufrod no. 8. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Di antara akhlaq mulia lainnya terdapat dalam hadits berikut. Dari Urwah atau selainnya, ia menceritakan bahwa Abu Hurairah pernah melihat dua orang. Lalu beliau berkata kepada salah satunya,

مَا هَذَا مِنْكَ ؟ فَقَالَ: أَبِي. فَقالَ: " لاَ تُسَمِّهِ بِاسْمِهِ، وَلاَ تَمْشِ أَمَامَهُ، وَلاَ تَجْلِسْ قَبْلَهُ

"Apa hubungan dia denganmu?" Orang itu menjawab, ”Dia ayahku.” Abu Hurairah lalu berkata, "Janganlah engkau memanggil ayahmu dengan namanya saja, janganlah berjalan di hadapannya dan janganlah duduk sebelum ia duduk." (Adabul Mufrod no. 44. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih secara sanad)

[4] Menjalin hubungan dengan kolega orang tua.
Ibnu Umar berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

"Sesungguhnya kebajikan terbaik adalah perbuatan seorang yang menyambung hubungan dengan kolega ayahnya." (HR. Muslim)

[5] Berbakti kepada kedua orang sepeninggal mereka adalah dengan mendo’akan keduanya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

تُرْفَعُ لِلْمَيِّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ دَرَجَتُهُ. فَيَقُوْلُ: أَيِّ رَبِّ! أَيُّ شَيْءٍ هَذِهِ؟ فَيُقَالُ: "وَلَدُكَ اسْتَغْفَرَ لَكَ

"Derajat seseorang bisa terangkat setelah ia meninggal. Ia pun bertanya, "Wahai Rabb, bagaimana hal ini bisa terjadi?" Maka dijawab,"Anakmu telah memohon ampun untuk dirimu."(Adabul Mufrod, no. 36. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan secara sanad)

Ibu Lebih Berhak dari Anggota Keluarga Lainnya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِى قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « ثُمَّ أَبُوكَ »

“Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk berbuat baik kepada kerabat dan ibu lebih utama dalam hal ini, kemudian setelah itu adalah ayah, kemudian setelah itu adalah anggota kerabat yang lainnya. Para ulama mengatakan bahwa ibu lebih diutamakan karena keletihan yang dia alami, curahan perhatiannya pada anak-anaknya, dan pengabdiannya. Terutama lagi ketika dia hamil, melahirkan (proses bersalin), ketika menyusui, dan juga tatkala mendidik anak-anaknya sampai dewasa.” (Syarh Muslim 8/331)

Dosa Durhaka pada Orang Tua

Abu Bakrah berkata,

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ؟) ثَلاَثًا، قَالُوْا : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : ( الإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ ) وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا ( أَلاَ وَقَوْلُ الزُّوْرُ ) مَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتىَّ قُلْتُ لَيْتَهُ سَكَتَ

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Apakah kalian mau kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?" Para sahabat menjawab, "Mau, wahai Rasulullah."Beliau lalu bersabda, "(Dosa terbesar adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Beliau mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan [pada tangannya]. (Tiba-tiba beliau menegakkan duduknya dan berkata), "Dan juga ucapan (sumpah) palsu." Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam hati), "Duhai, seandainya beliau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Bakroh berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ مِنَ الْبَغِى وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ

”Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [diakhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Di antara Bentuk Durhaka pada Orang Tua


’Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma berkata,

إبكاء الوالدين من العقوق

”Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua.”

Mujahid mengatakan,

لا ينبغي للولد أن يدفع يد والده إذا ضربه، ومن شد النظر إلى والديه لم يبرهما، ومن أدخل عليهما ما يحزنهما فقد عقهما

“Tidak sepantasnya seorang anak menahan tangan kedua orang tuanya yang ingin memukulnya. Begitu juga tidak termasuk sikap berbakti adalah seorang anak memandang kedua orang tuanya dengan pandangan yang tajam. Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya sedih, berarti dia telah mendurhakai keduanya.”

Ka’ab Al Ahbar pernah ditanyakan mengenai perkara yang termasuk bentuk durhaka pada orang tua, beliau mengatakan,

إذا أمرك والدك بشيء فلم تطعهما فقد عققتهما العقوق كله

“Apabila orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara (selama bukan dalam maksiat, pen) namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.” (Birrul Walidain, hal. 8, Ibnul Jauziy)

Hati-hatilah dengan Do’a Jelek Orang Tua

Abu Hurairah berkata, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلىَ وَلَدِهِمَا

"Ada tiga jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya." (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Semoga Allah memudahkan kita berbakti kepada kedua orang tua, selama mereka masih hidup dan semoga kita juga dijauhkan dari mendurhakai keduanya.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

***
Mediu-Jogja, 1 Jumadil Akhir 1430 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Ketika Cinta Menggoda

Tercengang! Mungkin itu satu kata yang pas menggambarkan kondisi saya saat itu. Seorang akhwat senior menceritakan kisah seorang temannya yang juga akhwat, mari sebut saja si N. Beberapa waktu lalu si N ini hampir dikhitbah. Kronologisnya seorang ikhwan, sebut saja X, menyatakan kepada N tentang niatnya mengkhitbah N. Namun sayangnya niat baik si X ini tidak kunjung muncul realisasinya. Si X belum juga mengutarakan niatannya pada orangtuanya sendiri, pada murrobinya, apalagi pada orangtua dan murrobi si N. Hubungan tanpa kejelasan ini berlangsung selama beberapa bulan dan justru menjadi hubungan yang tidak sehat. Kenapa dikatakan demikian? Karena selama beberapa bulan itu, si N dan X semakin intens berkomunikasi, tepatnya lewat sms. Sms-sms yang dikirim pun bukan lagi sekedar sms biasa, namun mulai menjurus dengan munculnya panggilan-panggilan sayang diantara keduanya serta saling curhat hal-hal yang pribadi tanpa kenal waktu, termasuk masalah jam malam yang biasa berlaku di kalangan ikhwah. Astaghfirullah. Dua insan yang belum ada ikatan ini rupanya semakin dimabuk cinta. Prinsip yang selama ini dipegang teguh seperti hilang disapu badai asmara yang kian menggelora di hati keduanya. Nahas! Hubungan tanpa kejelasan ini akhirnya kandas lantaran ketidakjelasan sikap si X. Akhirnya lagi-lagi perempuan yang jadi korban.

Tercengang! Ini memang satu kata yang pantas menggambarkan perasaan seorang teman lainnya saat ini. Teman saya ini baru saja menceritakan pada saya tentang temannya, sebut saja Fulanah, yang mengalami hal hampir serupa dengan N. Hanya saja si Fulanah ini masih dalam tahap mabuk kepayang dengan seorang ikhwan, sebut saja Fulan, yang beberapa waktu lalu menyatakan niatnya untuk mengkhitbah Fulanah. Kondisi hubungan Fulanah dan Fulan saat ini semakin memburuk dengan makin gencarnya sms mesra dan sms curhat dari Fulan yang dikirim tak kenal waktu. Entah sampai kapan hubungan seperti ini akan berlanjut, hanya saja saat ini proses keduanya belum dimulai lantaran beberapa halangan dari pihak ikhwannya.

Banyak juga cerita beredar, tentang para ikhwah yang saling nge-take-in calonnya masing-masing. Misalnya, si Ronald (piss yo Uda..hahaha^__^) yang menjanjikan pada si Upik kalau dia akan menikahi Upik kelak, setelah lulus kuliah, setelah mapan, dan setelah-setelah lainnya.

Ada juga beberapa ikhwan yang saya tidak sengaja temukan, bermain-main dengan “api” ini. Misalnya ikhwan Z yang kerap mengirim sms pada akhwat Fulanah dengan bunyi antara lain seperti ini: “Lagi ngapain?” , atau “Lagi syuro dimana? Posisi duduknya seperti apa?”, atau “Sudah makan belum?”, atau “Hari ini pakai baju warna apa?”, atau “Sudah bangun?”, atau bahkan “Sudah mandi belum?”. Astaghfirullah.

Inikah potret ikhwah sekarang?
Ketika masalah hati berbicara, akankah nilai-nilai yang selama ini dipegang teguh kan hilang?
Sungguh, betapa sedih hati saya melihat seringnya fenomena ini terjadi di kalangan ikhwah. Mengapa engkau para ikhwan kerap tidak sadar kala jempol kalian menari diatas tuts-tuts handphone kalian lantaran terbawa perasaan? Mengapa engkau para akhwat kerap tidak sadar ketika kehormatanmu engkau pertaruhkan lantaran terbawa sihir asmara yang terkirim lewat sms-sms itu?

Duh cinta, kala virusmu menyerang.
Kau tutup mata, telinga, dan mulut para saudara dan saudariku.
Duh cinta, kala virusmu menyerang. Kau tutup mata mereka, sehingga meski seburuk apapun rupa pujaan hati mereka, si pujaan hati kan terlihat yang paling keren sedunia. Meski seburuk apapun citranya di mata orang lain, si pujaan hati kan tetap terlihat sebagai orang paling baik dan sempurna di dunia.

Duh cinta, kala virusmu menyerang. Kau tutup telinga mereka, sehingga meski seburuk apapun omongan orang terhadap si pujaan hati, ia kan tetap terjaga citranya dalam otak si pecinta. Meski sekasar apapun kata yang dikeluarkan, si pujaan hati kan tetap terjaga namanya dalam otak si pecinta. Meski sebanyak apapun nasihat yang dikeluarkan orang-orang yang berusaha menjaga si pecinta, telinganya tidak akan menangkap sepatah kata pun yang diberikan.

Duh cinta, kala virusmu menyerang. Kau tutup mulut mereka, sehingga mulut itu akan tetap bungkam manakala mulai muncul ketidaknyamanan dalam interaksi keduanya. Mulut itu akan tetap bungkam manakala kekerasan dalam hubungan tak terhindarkan. Pantaslah banyak kasus kekerasan yang jarang terungkap tuntas.

Dulu saya pernah berpikir bahwa para aktivis dakwah kampus adalah orang-orang “langitan” yang selalu akan patuh pada setiap perintah Allah SWT dan menjauhi setiap larangan-Nya. Seiring dengan waktu, saya mendapati kenyataan bahwa para ikhwah ini hanyalah manusia biasa saja dengan segala kekurangan yang kerap ada pada manusia pada umumnya. Sungguh saya kini menyadari bahwa mereka adalah orang-orang yang sama dengan segala problematika pribadinya, pun dalam hal percintaannya. Tak peduli dengan tingginya jabatan, pangkat, amanah atau apapun yang tengah diemban masing-masing ikhwah ini.

Mungkin semua orang sudah tahu bahwa para orang-orang “langitan” ini adalah orang-orang yang menghindari benar suatu kondisi hubungan yang kerap diistilahkan sebagai pacaran. Sampai-sampai ada lagu yang tercipta dengan lirik “…daripada kita pacaran, lebih baik sholawatan”. Dalam konsepsi ideal yang dimiliki para ikhwah, satu-satunya hubungan percintaan yang dihalalkan adalah hubungan yang terbina dalam suatu ikatan pernikahan yang diraih dengan suatu proses bernama ta’aruf. Namun ternyata oh ternyata, kejadian demi kejadian yang telah disebut di awal terus saja terjadi, tak peduli setinggi apapun jabatan yang tengah diemban, tak peduli penilaian orang lain tentang dalamnya pemahaman yang bersangkutan terhadap masalah ummat, dan sebagainya.

Kalian yang anti pacaran, tapi kalian justru mempraktikkan esensi pacaran itu sendiri, atau bahkan lebih buruk lagi. Kalian mempraktikkan suatu hubungan yang sering disebut para remaja sebagai hubungan tanpa status (HTS).

Kini haruskah kondisi ini dibiarkan?

Epilog:

Virus cinta memang mematikan. Ia menutup mata, telinga, dan mulut orang yang tengah diselimuti aroma romantisme cinta. Mata akan selalu tertutup selama cinta itu bersemayam dalam hati si pecinta, sehingga ia pun tak akan peduli tentang paras dan tingkah laku orang yang dicintai, termasuk pandangan orang lain terhadap pujaan hatinya. Pun dengan telinga si pecinta yang akan selalu tertutup terhadap segala tutur kasar atau kurang sopan yang diucapkan pujaan hati, juga tertutup terhadap nasihat orang-orang di sekitarnya. Meski orangtua yang selama ini dihormatinya turun tangan dalam memberi nasihat yang baik padanya, ia malah akan memandangnya sebagai suatu penghalang bagi hatinya yang tengah dilanda cinta. Tak pelak banyak hubungan orangtua dan anak yang remuk kala sang anak dimabuk cinta. Begitu pula dengan mulut si pecinta yang akan tetap terkatup lantaran ketakjubannya pada pujaan hati, meski kemudian muncul hal-hal tidak menyenangkan dalam hubungannya dengan pujaan hati. Pantaslah banyak kasus kekerasan dalam hubungan pacaran ataupun KDRT dalam hubungan suami istri yang jarang terungkap tuntas. Pantaslah banyak kasus aborsi yang kini makin tak terhindarkan di kalangan remaja kita. Mengapa demikian? Karena di usia remaja ini lah, para pemuda pemudi kita mengalami suatu masa yang disebut pubertas dan biasanya mulai mengenal dan menikmati cinta lewat suatu ikatan bernama pacaran. Masa mereka menikmati manisnya cinta ini, biasanya para remaja ini bersedia untuk melakukan apapun demi orang yang dicintainya. Sungguh inilah salah satu godaan terbesar yang setan sodorkan pada manusia. Kalau boleh diasosiasikan dengan para ikhwah akan jadi seperti ini: para ikhwah adalah orang-orang yang selama ini mencoba menjaga hati dan perasaannya terhadap lawan jenis mereka karena selama ini mereka didoktrin tentang hubungan yang dihalalkan hanyalah hubungan dalam ikatan pernikahan. Jadi ketika ikhwah merasakan jatuh cinta dalam interaksinya dengan lawan jenisnya, maka para ikhwah ini tak ada bedanya dengan para remaja yang tengah dilanda cinta pada usia pubertas mereka. Hanya saja ketika ikhwah jatuh cinta, maka akan dapat menimbulkan ekses positif maupun negatif.

Ketika ikhwah jatuh cinta dapat menimbulkan ekses positif apabila ketika ia jatuh cinta, ia mencontoh sikap Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az Zahra yang sebenarnya telah saling tertarik alias jatuh cinta jauh sebelum mereka dinikahkan oleh Rasulullah SAW yang merupakan ayahanda Fatimah Az Zahra. Namun meski ada cinta yang telah bersemayam, mereka tidak pernah saling mengutarakan perasaannya, baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan. Sikap menjaga hijab diantara keduanya tetap berlaku seperti layaknya hijab yang mereka berlakukan manakala berinteraksi dengan lawan jenis lainnya. Keduanya tetap saling menjaga pandangannya. Pun ketika Rasulullah SAW menyatakan pada Fatimah bahwa beliau berniat menikahkannya dengan seseorang, tak ada sepatah kata pun yang diucapkan Fatimah untuk meminta pada ayahandanya agar menjadikan Ali sebagai calon suaminya. Inilah potret cinta ikhwah yang indah. Manakala hati tetap dijaga dengan menjaga lisan, tulisan, dan perbuatan terhadap orang yang sebenarnya kita cintai. Saya pun jadi teringat nasihat seorang saudari seiman dulu sebelum saya mengenal tarbiyah ini. Beliau mengatakan pada saya bahwa apabila kita menahan perasaan cinta dan tidak mengungkapkannya lewat lisan, tulisan, ataupun perbuatan kemudian kita mati dengan tetap masih menahan perasaan tersebut tanpa pernah mengungkapkannya, maka matinya kita adalah syahid. Subhanallah! Betapa Allah menghargai sikap sederhana tersebut dengan gelar kemuliaan syahid yang banyak diidamkan orang yang beriman. Ekses positif lainnya yang dapat muncul yaitu makin taqorrub-nya orang yang jatuh cinta pada sang Khalik, motivasi baginya untuk cepat lulus, lebih sukses, lebih mapan, lebih sholeh/sholehah, lebih ghodul bashor,dan lebih-lebih lainnya yang pada akhirnya akan menjadi bekalnya untuk siap memasuki gerbang pernikahan yang Allah ridhoi.

Namun sayangnya, ketika ikhwah jatuh cinta pun dapat menimbulkan ekses negatif manakala ia tak dapat mengendalikan perasaannya. Mungkin iya, ia menjaga lisannya hingga tak terucap kata cinta atau sayang pada pujaan hatinya. Namun terkadang seringkali ikhwah khilaf dalam tulisan dan perbuatan yang dilakukannya kala berinteraksi dengan pujaan hatinya. Banyaknya kasus sms mesra, banyaknya kasus sms curhat, banyaknya ikhwan akhwat yang saling nge-take-in calon mempelainya, banyaknya proses ta’aruf yang berlarut-larut, banyaknya hubungan tanpa status (HTS) antara ikhwan akhwat yang sama saja dengan orang yang berpacaran, dan sebagainya merupakan contoh nyata ekses negatif yang muncul manakala ikhwah jatuh cinta.


“Sesungguhnya fitnah selalu ditampakkan pada hati.
Jika hatimu merasa senang dengannya maka satu titik hitam digoreskan padanya,
dan jika ia ingkari maka satu titik putih diletakkan padanya.”
– Hudzaifah bin Yaman


Sungguh, tak takutkah kita akan murka-Nya?


“Alhaqqu tsaqilun mariyyun,
walbathilu khafifun wabiyun,
wa rubba syahwatin turitsu huznan thawilan
(Kebenaran itu berat dan lezat, batil itu ringan dan membawa laknat.
Berapa banyak syahwat telah menyebabkan duka yang panjang?).”
– Ibnu Mas’ud.


wallahu'alam bishowab

referensi tambahan: http://www.facebook.com/profile.php?id=1002511726&ref=profile#/note.php?note_id=141376756781&ref=mf

http://www.facebook.com/note.php?note_id=141475879367&ref=mf

Bolehkah Mengucapkan Kata Sayyidina

Pertanyaan Ketiga dari Fatawa no. 4276
Soal : Bolehkan kita mengatakan dalam sanjungan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Sayyidina Muhammad’ dalam shalawat yang ma’tsur sebagaimana shalawat Ibrahimiyyah atau selainnya?

ج3: الصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم في التشهد لم يرد فيها - فيما نعلم - كلمة سيدنا أي: (اللهم صل على سيدنا محمد ..إلخ) وهكذا صفة الأذان والإقامة فلا يقال فيها سيدنا، لعدم ورود ذلك في الأحاديث الصحيحة التي علم فيها النبي صلى الله عليه وسلم أصحابه كيفية الصلاة عليه وكيفية الأذان والإقامة، ولأن العبادات توقيفية فلا يزاد فيها ما لم يشرعه الله سبحانه وتعالى، أما الإتيان بها في غير ذلك فلا بأس، لقوله صلى الله عليه وسلم: أخرجه أحمد 1 / 5، 281، 295، 3 / 2، 144، ومسلم 4 / 1782 برقم (2278)، وأبو داود 5 / 54 برقم (4673) والترمذي 4 / 622، 5 / 587 برقم (2434، 3615 ) وابن ماجه 2 / 1440 برقم (4308) . أنا سيد ولد آدم يوم القيامة ولا فخر

Jawab :
Shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam tasyahud, sepengetahuan kami tidak terdapat kalimat sayyidina yaitu ‘Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad ...’. Begitu juga pada do’a sesudah adzan dan iqomah tidak terdapat pula kalimat sayyidina. Alasannya karena tidak ada dalil shohih (yang bisa diterima, pen) yang menyebutkan bahwa Nabi mengajarkan para sahabatnya mengenai tata cara shalawat kepada beliau atau pun adzan dan iqomah. Dan juga hal ini dikarenakan ibadah adalah tauqifiyyah (harus ada dalil untuk dilaksanakan, pen). Tidak boleh seseorang menambah ajaran yang bukan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adapun menggunakan lafadz sayyidina selain tempat-tempat tadi (selain tasyahud dan doa sesudah adzan) maka tidaklah mengapa. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أنا سيد ولد آدم يوم القيامة ولا فخر

“Aku adalah sayyid anak Adam pada hari kiamat maka janganlah berbangga diri.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah).

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم. اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء عضو ... عضو ... الرئيس عبد الله بن قعود ... عبد الله بن غديان ... عبد العزيز بن عبد الله بن باز

Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com/

Disebalik Ungkapan "Tak Ada Apa-Apa"

Dari catatan seorang teman...

Beberapa bulan yang lalu hati saya tiba-tiba rasa berdebar, cemas, bimbang dan
runsing. Perasaan itu datang bukan sekali dua malah terlalu kerap.Ketika memandu
pun saya turut diserang rasa yang demikian. Saya cuba dapatkan nasihat doktor.
Doktor kata takde apa-apa. Hairan juga..! Sewaktu balik ke kampung, saya bertemu
dengan guru mengaji Quran. Saya ceritakan perkara yang saya alami.

"Mungkin ada buat silap dengan mak kot. Cuba check,"katanya. Saya
tersandar seketika. Insiden apakah yang boleh membuatkan saya diuji
sebegini rupa? Puas saya memikirkannya. Seingat saya, walau ke mana
saya hendak pergi dan apa yang saya nak buat, tak pernah saya lupa
memberitahu mak. Meminta maaf memang saya jadikan kebiasaan dalam
diri. Saya balik ke rumah mak, lalu saya ceritakan peristiwa yang
saya alami itu. Saya pohon padanya, "Mama, Sabri nak tanya dari hati ke hati,
adakah Sabri pernah buat dosa dengan mama yang mama tak ampunkan?" "Tak ada
apa-apa. Mama restu dengan apa yang Sabri buat sekarang ini."Emak menjawab. Saya
masih tak puas hati. Esoknya saya tanya lagi. Mama masih menjawab,"Tak ada
apa-apa". Saya masih tidak puas hati lagi. Malam itu saya munajat dengan Tuhan
minta Allah tunjukkan jalan kebenaran.

Hari ketiganya dalam keadaan berteleku, saya mengadap mama sekali lagi.
Mama ketika itu sedang berehat di sofa. Saya pandang wajah mama, saya
genggam erat tangannya erat-erat, "Mama, Sabri pohon sekali
lagi, tolonglah mama luahkan apa yang terbuku di hati mama. Sabri
tahu sabri ada buat salah, tapi mama tak nak bagitau." Airmata
sudah membasahi pipi. "Tak ada apa-apa" Tingkah mama
semula. Dalam keluhan yang dalam, ibu tua seakan mahu bersuara tapi
terdiam kembali. Akhirnya dia bersuara. "Sabri ada satu kisah yang mama susah
nak lupakan dan sesekali ingatan itu datang akan membuatkan hati mama
terluka.Kadang- kadang ketika membasuh pinggan, mama boleh menangis tersedu-sedu
mengenangkan peristiwa itu. Lukanya amat dalam, masih berbekas hingga sekarang."
Saya terkedu. Mama menyambung, "Sabri tentu inagt arwah ayah
meninggal ketika adik masih kecil. Tanggungan kita ketika itu sangat berat. Duit
pencen ayah memang sedikit dan tak cukup nak tampung hidup kita, Sabri ingat
tak?" Mama mula menangis. Saya tunduk.

"Selepas SPM Sabri ditawarkan menjadi guru sandaran, wang hasil titik peluh
Sabri tu mama gunakan untuk perbelanjaan adik-adik. Satu hari Sabri bagitau mama
Sabri nak melanjutkan pelajaran. Mama merayu supaya
hajat itu ditangguhkan dulu sebab kita kesempitan wang dan minta
Sabri terus bekerja. Berkali-kali Sabri minta dan merayu pada mama
nak sambung belajar juga..Akhirnya mama terpaksa melepaskan Sabri
belajar dalam hati yang penuh terpaksa."

Saya benar-benar terkejut. Mama menyambung lagi, " Cuba bayangkan
ketika itu kalau mama tak izinkan Sabri pergi, mama rasa Sabri tetap
berkeras pergi juga. Dan perginya Sabri ketika itu adalah sebagai
anak derhaka!" Saya meraung sepuas-puasnya, terjelepuk lembik di
pangkuan mama. Mulai hari ini mama ampunkan semua dosa Sabri.
Adik-adik pun dah berjaya. Segala yang terbuku di hati dah habis mama
luahkan. Mama harap mama dapat mengadap Tuhan dengan hati yang
tenang." Ungkapan terakhir mama terasa bagaikan air sungai jernih yang mengalir
sejuk ke seluruh urat saraf saya seakan membasuh dosa yang lalu. Badan saya
terasa ringan yang amat sangat. Syukur kepada Allah hati saya kembali tenang.
Terasa kerja-kerja yang dibuat semakin dibantu Allah.

Sejak peristiwa itu saya selalu berpesan kepada anak-anak, ahli keluarga
dan kawan-kawan agar bersihkan hubungan hati kita dengan ibu kerana
ia sebagai jambatan menuju ke syurga. Saya yang terlibat dalam
program motivasi turut menceritakan pengalaman saya ini kepada
peserta kursus. Bukan niat di hati untuk berbangga tapi apa yang saya
harapkan semua orang dapat berbuat baik dengan ibu, demi kebaikan
didunia dan di akhirat.

Suatu hari selepas selesai menyampaikan ceramah di sebuah kem motivasi,
saya dicuit oleh seorang pegawai lelaki yang sudah melewati usia
40-an. "Ën Sabri, bulan depan telefon saya." Saya
kehairanan. Dari sumber yang diketahui, penganjur program memaklumkan
lelaki tersebut mengambil cuti seminggu untuk pulang ke kampung.
Sebulan kemudian saya menghubunginya dengan telefon."Ën Sabri
terima kasih banyak-banyak kerana mengingatkan saya tempoh hari.
Kalau tidak saya tak tahulah nasib saya." Suara lelaki itu
seakan sebak. Saya bagaikan berteka-teki dengannya. Menurut
ceritanya, selepas program tersebut dia terus pulang ke kampung
menziarahi ibunya yang sudah terlalu uzur dan sudah sekian lama tidak
juga dijengah bertanyakan khabar berita. Sampai
dikampung ibu yang uzur itu dipeluk dan dicium. Ibu tua itu kehairanan
kerana selama ini si anak tidak pernah berbuat demikian. Dalam
tangisan yang penuh syahdu si anak memhon ampun dan maaf di atas
segala silapnya selama ini.

"Syukurkamu dah insaf. Selama hari ini kamu tidak pernah meminta maaf
bersunguh-sungguh. Kamu mungkin jadi nak derhaka kalau mak tak ampunkan dosa
kamu yang satu ini. Umur mak dah 80 tahun. Selama 50 tahun mak memendam rasa.
Dosa yang lain mak boleh ampunkan, tapi dosa yang satu ini mak rasa sungguh
berat dan amat tersinggung. Mak terlalu sedih anak yang mak kandung sembilan
bulan, anak yang mak kenyangkan perutnya dengan air susu mak ini sanggup
mengherdik mak dengan kata-kata 'órang tua bodoh. Tak ada otak."

Cerita lelaki itu, satu hari dia meminta ibunya membasuh sehelai seluar yang
berjenama, dibeli hasil duit gaji pertamanya. Seluar itu terlalu
kotor lalu si ibu merendamnya dengan peluntur. Mak gosok dan lipat.
Beberapa hari kemudian dia mencari seluar itu untuk dipakai bekerja,
malangnya seluar mahal itu didapati telah bersopak-sopak warnanya.
Lalu dia yang berdarah muda menjadi berang, mengherdik si ibu, "Hei,
orang tua bodoh! Tak ada otak keer? Buta ker? Seluar nih mahal tau!!"
Akhirnya dosa si anak diampunkan.

Daripada kedua-dua cerita ini dapatlah kita membuat kesimpulan bahawa
disebalik ungkapan 'tak ada apa-apa' dari mulut seorang ibu mungkin
ada tersimpan 'apa-apa' yang sangat memilukan hati ibu, akibat
tingkah laku atau tutur kata kita yang menyinggung hatinya. Jagalah
hati ibu, dan sentiasa minta mereka doakan kesejahteraan hidup kita.
Sesungguhnya doa dari seorang ibu sangat makbul.

"Sesungguhnya Allah itu tidak suka kepada orang yang sombong dengan
perbuatannya, sombong dengan perkataannya. " An-Nisa':36

Masa Mudaku, Kemanakah Engkau Akan Ku Habiskan?

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, Semoga sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita, Nabi akhir zaman, Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.

Masa muda adalah masa ketika anggota tubuh seseorang masih berfungsi sebagaimana mestinya, di saat badan belum bungkuk, semangat masih membara, dan keinginan masih kuat. Akan tetapi, ke manakah masa mudamu ‘kan kau habiskan? Apakah untuk bermaksiat, perkara yang tidak berguna, atau yang lainnya?

Islam adalah agama yang sempurna sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku sempurnakan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam sebagai agama bagimu”. (QS : Al Maidah [5] : 3).

Kesempurnaan ini mencakup sendi aqidah, syari’at (yang berupa hukum-hukum), sumbernya, dan apa yang ditunjukkan oleh Al Kitab dan As Sunnah[1]. Nah, salah satu kesempurnaan Islam adalah diaturnya bagaimana seharusnya masa muda kita habiskan agar kita mendapatkan kenikmatan yang tiada taranya yaitu surganya Allah ‘Azza wa Jalla. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

« سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ……. »

“Ada tujuh golongan orang yang Allah berikan naungan pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya, [pertama] penguasa yang adil[2], [kedua] pemuda yang tumbuh berkembang dalam peribadatan kepada Robbnya….”[3].

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan bahwa “tujuh golongan yang dimaksudkan dalam hadits ini bukanlah merupakan pembatasan, melainkan masih ada golongan lain yang Allah berikan pada mereka naungan (pada hari kiamat, pen.). Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i Rohimahullah telah mengumpulkan kelompok lain yang juga mendapatkan naungan Allah (pada hari kiamat, pen.) dan Beliau Rohimahullah menambahkan sehingga menjadi sebanyak 20 kelompok orang”[4].

An Nawawi Rohimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan naungan Allah dalam hadits ini adalah naungan Arsy Allah, dan yang dimaksud dengan hari kiamat adalah hari di saat seluruh manusia akan berdiri menghadap Robbul ‘Alamin, ketika didekatkan matahari sehingga keadaan pada saat itu sangat panas namun mereka diberikan naungan Arsy yang pada saat itu tidak ada lagi naungan kecuali dengannya. Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan naungan Allah pada hadits ini adalah naungan surga yang berupa kenikmatan dan keadaan di dalamnya, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla :

وَنُدْخِلُهُمْ ظِلاًّ ظَلِيلاً

“Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh (naungan) lagi nyaman[5]”.

(QS : An Nisaa’ [4] :57).[6]

Yang jelas kedua penjelasan di atas* menunjukkan betapa besar balasan bagi pemuda yang menghabiskan masa muda dalam rangka beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Demikian juga, lihatlah saudaraku, bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kisahkan kepada kita tentang ashabul kahfi. Allah kabarkan kepada kita bahwa mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Robb mereka, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla :

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آَمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى. وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka[7], dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia”.

(QS : Al Kahfi [18] :13-14).

Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Mereka adalah pemuda (ghulam) yang ada pada diri mereka iman yang kuat dan Allah tambahkan pada mereka petunjuk berupa bashiroh (ilmu) tentang agama. Allah menetapkan hati dan diri mereka dalam perkara agama mereka, yaitu iman dan kesabaran sehingga ketika mereka tampil di depan Raja Difyanus yang kafir, mereka mengatakan, “Robb kami adalah Robb pemilik langit dan bumi kami tidak akan beribadah kepada selainNya”[8].

Maka, lihatlah wahai para pemuda Islam! Apa yang mereka dapatkan dari waktu muda yang mereka habiskan dalam ketaatan kepada Allah? Renungkanlah! Dari mana mereka bisa mendapatkan keberanian untuk mengatakan bahwa ”Robb kami adalah Robb yang memiliki langit dan bumi, kami tidak akan beribadah kepada selainNya” di depan raja yang memerintahkan mereka untuk menyembah/sujud kepada berhala[9]. Sungguh, ini adalah suatu keberanian yang luar biasa yang tidak akan didapatkan cuma-cuma tanpa usaha, melainkan balasan dari Allah ‘Azza wa Jalla terhadap apa yang ada pada diri dan hati mereka, Aljaza’u min Jinsil ‘Amal (balasan suatu perbuatan semisal dengan ‘amal). Maka, marilah kita wahai pemuda Islam, bersemangatlah menghabiskan masa muda kita dalam keta’atan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Penutup

Sebagai penutup, kami sampaikan ucapan salah seorang ahli tafsir yang karyanya tersebar luas, Ibnu Katsir Asy Syafi’i Rohimahullah ketika Beliau menafsirkan ayat Allah ‘Azza wa Jalla :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.

(QS : Ali ‘Imron [3] :102).

Beliau mengatakan,

أَنَّهُ مَنْ عَاشَ عَلَى شَيْءٍ مَاتَ عَلَيْهِ، وَمَنْ مَاتَ عَلَى شَيْءٍ بُعِثَ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya barangsiapa menyibukkan diri/hidup bersama sesuatu, ia akan diwafatkan dalam melakukan hal tersebut. Barangsiapa diwafatkan pada sesuatu, ia akan dibangkitkan atasnya”.[10]

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi penulis sebagai tambahan amal dan bermanfaat bagi pembaca sebagai tambahan ilmu sehingga dengannya bisa menambah amal. Amiin.

اللهم انفعني بما علمتني وعلمني ما ينفعني وزدني علما

Al Faaqir ilaa Maghfiroti Robbihi,

Aditya Budiman.
[1] Lihat Syarh Fadhlil Islam oleh Syaikh Sholeh Alu Syaikh hal. 14, cetakan Dar Ibnul Jauzi, Kairo, Mesir.

[2] Adapun pembahasan tentang penguasa yang adil tidak dapat kami hadirkan di sini karena yang ingin kami tekankan adalah masalah yang ke dua yaitu pemuda yang tumbuh berkembang dalam peribadatan kepada Robbnya.

[3] Potongan hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhori no. 660, Muslim no. 1031.

[4] Lihat Syarh Riyadhush Sholihin oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah hal. 453/II cetakan Darul Aqidah, Kairo, Mesir.

[5] Yaitu naungan surga. [lihat Tafsir Jalalain Li Imamaini Al Jalalain Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Abdurrahman bin Abi Bakr As Suyuthi dengan ta’liq dari Syaikh Shofiyurrohman Al Mubarokfuri hafidzahullah hal. 96 cet. Darus Salam, Riyadh, KSA]

[6] Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi Rohimahullah hal. 122/VII cetakan Darul Ma’rifah, Beirut dengan tahqiq dari Syaikh Kholil Ma’mun Syihaa.

* Catatan editor: Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama (sebagaimana yang disampaikan guru kami, Ustadz Aris Munandar, ketika memuraja’ah tulisan ini). Yang menguatkan hal ini adalah penjelasan Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam kitab beliau, بهجة الناظرين شرح رياض الصالحين /Bahjatun Nadzirin Syarh Riyadus-Shalihin/, penerbit دار ابن الجوزي, jilid I, halaman 445. Beliau (Syaikh Salim) menyampaikan bahwa makna يظلهم الله في ظله adalah naungan ‘Arsy Allah, sebagaimana dalam hadits Salman dari riwayat Sa’id bin Manshur, dengan sanad yang dinyatakan Hasan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar. Adapun penyandaran kepada Allah dalam hadits tersebut adalah penyandaran untuk pemuliaan.

[7] Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan bahwa mereka adalah pemuda yang pada diri mereka kekuatan azzam, kekuatan badan dan kekuatan iman. [lihat Tafsir Surat Al Kahfi oleh Syaikh Mumammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin hal. 26, cetakan Dar Ibnil Jauzi, Riyadh, KSA]

[8]Lihat Tafsir Ibnu Abbas hal. 294 Asy Syamilah, kami sarikan dengan penyesuaian kata.

[9] [lihat Tafsir Jalalain Li Imamaini Al Jalalain Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Abdurrahman bin Abi Bakr As Suyuthi dengan ta’liq dari Syaikh Shofiyurrohman Al Mubarokfuri hafidzahullah hal. 305 cet. Darus Salam, Riyadh, KSA]

[10] Lihat Shohih Tafsir Ibnu Kastir oleh Syaikh Musthofa Al Adawi hafidzahullah hal. 374/I Cetakan Dar Ibni Rojab, Kairo Mesir.

Abu Hanyf Kafaby April 21 at 1:29pm

Ilmu Dunia & Ilmu Akhirat

Ilmu dalam Al Qur’an, Hadits dan Para Ulama
Ilmu merupakan sebuah hal yang sangat berharga bagi setiap orang. Demikian juga halnya dalam agama yang mulia ini ilmu memiliki kedudukan yang amat tinggi, dalam Al Qur'an Allah Subhanahu wa Ta'ala,

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah Subhanahu wa Ta'ala akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat".

(QS : Al Mujadalah [58] :11).

Demikian juga dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya Para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham melainkan mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa yang mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang besar” .

Demikian juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi was sallam,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah inginkan padanya seluruh kebaikan maka Allah akan jadikan ia faham terhadap urusan agamanya” .

Demikian juga di mata para ulama, ilmu memiliki kedudukan yang istimewa diantaranya adalah bagi syaikhnya para ahli hadits, Imam Bukhoriy rohimahullah, hal ini terbukti karena beliau rohimahullah membuat satu kitab dalam kitab shohihnya yang berjudul Kitabul ‘Ilmi yang beliau letakkan setelah Kitabul Iman . Demikian juga ulama yang lainnya. Akan tetapi apakah kita telah tahu apakah ilmu yang Allah 'Azza wa Jalla dan NabiNya shollallahu 'alaihi was sallam katakan ??!! Oleh karena itu marilah kita pelajari barang sejenak. Karena terkadang orang sering salah paham menggunakan dalil-dalil berupa Al Qur'an dan Sunnah dalam masalah keutamaan ilmu.
Pengertian Ilmu dalam Dalil-Dalil Al Qur'an dan Sunnah

Kebanyakan orang terutama mereka yang hidup di lingkungan akademik perkuliahan ilmu umum memiliki anggapan bahwa ilmu yang Allah Subhanahu wa Ta'ala puji pemiliknya dengan Allah 'azza wa jalla naikkan derajat mereka beberapa derajat termasuk di dalamnya adalah ilmu-ilmu umum. Padahal tidakah demikian, ilmu yang Allah Subhanahu wa Ta'ala maksudkan adalah ilmu agama, ilmu syar’i. Hal ini berdalilkan kejadian yang terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُونَ فَقَالَ « لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ ». قَالَ فَخَرَجَ شِيصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ « مَا لِنَخْلِكُمْ ». قَالُوا قُلْتَ كَذَا وَكَذَا قَالَ « أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ ».

Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam melalui beberapa orang yang sedang melakukan penyerbukan kurma, beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Kalaulah kalian tidak melakukan hal yang demikian maka hasilnya akan baik”. (Para sahabat mengikuti perkataan beliau) kemudian hasil kurmnya jelek. Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam melalui mereka lagi dan berktanya, “Mana kurma kalian?” mereka mengatakan, “Engkau katakan demikian dan demikian (agar tidak menyerbukan kurma)” . Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Kalian lebih paham berilmu tentang urusan dunia kalian” .

Ahli Fiqih Zaman ini, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah mengatakan barkaitan dengan hadits di atas, “Seandainya ilmu semisal ilmu di atas yang Allah 'azza wa jalla memuji orangnya maka sudah pastilah Allah jadikan beliau sebagai orang yang paling tahu tentang ilmu tersebut karena orang yang paling banyak Allah puji ilmu dan amalnya adalah Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam” . Akan tetapi kita lihat bersama dalam hadits di atas tegas menunjukkan bahwa beliau bukanlah orang yang mengetahui ilmu masalah penyerbukan kurma di atas (baca : ilmu dunia) sehingga jelaslah ilmu yang Allah janjikan akan ditinggikan derajat pemiliknya adalah ilmu syar’i/ilmu agama islam dan bukan sama sekali ilmu dunia.
lengkapnya silakan rujuk link berikut

http://alhijroh.co.cc/aqidah/ilmu-dunia-atau-ilmu-akhirat/

Menangis Karena Takut Kpd Allah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; [1] seorang pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan berkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, ‘Sesungguhnya AKU TAKUT KEPADA ALLAH’, [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338]).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])
Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan:

“Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.
Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan:

“Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan;

"Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]).

Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah:

Suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat.’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’. Maka Nabi pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).

Mu’adz radhiyallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya:

“Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?”.

al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya:

“Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”

Abu Musa al-Asya’ri radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya:

“Apa yang membuatmu menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.

Suatu malam al-Hasan al-Bashri rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab:

“Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.”

Saya [penyusun artikel] berkata: Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah! Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku? Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74). Aina nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi sejati!

Disarikan dari al-Buka’ min Khas-yatillah, asbabuhu wa mawani’uhu wa thuruq tahshilihi, hal. 4-13 karya Abu Thariq Ihsan bin Muhammad bin ‘Ayish al-’Utaibi, tanpa penerbit, berupa file word.

http://abu0mushlih.wordpress.com/2009/01/05/menangis-karena-takut-kepada-allah/

Ikuti Aku Menemui Istrimu

Dari Tsabit Al Banani Rahimahullah dia menceritakan, ada seorang pemuda yang terlibat dalam sebuah peperangan. Pemuda tersebut begitu kuat keinginannya untuk menjadi seorang syuhada. Entah berapa peperangan yang telah ia ikuti namun syahid tak kunjung menyapanya. Sehingga pemuda itu bertekad jika dalam peperangan ini dirinya tidak terbunuh di jalan Allah, aku akan kembali ke kampung halaman dulu, kata pemuda tersebut kepada kawan-kawan seperjuangannya. "Aku mau menikah", katanya berbinar.


Hari itu panas cukup menyengat. Orang yang sedang berpuasa seperti dirinya berusaha mencari tempat berteduh, seperti di bawah pohon yang tidak jauh dari kemah pasukannya. Tak lama kemudian pemuda inipun terlelap tidur siang. Menjelang matahari tergelincir para sahabatnya membangunkan pemuda tersebut untuk sholat Zhuhur. Namun mereka keheranan, tidak seperti biasanya ia bersegera untuk sholat. Pemuda itu tidak bergegas mengambil air wudlu, ia bahkan menangis tersedu saat terjaga dari tidurnya.


Para sahabatnya merasa khawatir telah terjadi sesuatu kepadanya. “Ada apa dengan dirimu, ya akhi” kata mereka. Setelah diam sejenak menenangkan dirinya si Pemuda menjawab “Tidak ada apa-apa kawan. Tak ada yang perlu kalian khawatirkan terhadap diriku” katanya. Aku hanya bermimpi tadi.


Iapun kemudian menceritakan mimpi yang dialaminya. Mimpi yang membuatnya menangis tatkala dibangunkan oleh kawan-kawannya. Dalam tidurku, kata pemuda itu menceritakan mimpinya, aku didatangi seseorang. “Ayo ikut aku menemui isterimu, ‘Aina”. Lantas akupun ikut dengannya. Aku diajaknya memasuki satu negeri yang terang penuh cahaya. Belum hilang rasa takjubku, aku diajaknya memasuki sebuah taman yang teramat indah yang keindahannya belum pernah kulihat sebelumnya. Kudapati ditaman itu sepuluh wanita yang kecantikannya belum pernah kulihat seumur hidupku.


Aku tanyakan pada salah satu di antara mereka. “Adakah diantara kalian ‘Aina [1]” tanyaku. Diantara mereka menjawab :”Ya ‘Aina ada, kami hanya dayang-dayangnya, masuklah ke sana” Subhanallah, dayang-dayangnya seperti ini bagaimana dengan ‘Aina, pikirku. Lantas aku masuk dengan yang mengajaku tadi ke taman yang ada di dalamnya. Kudapati taman yang jauh lebih indah dari taman sebelumnya. Yang lebih menakjubkan lagi di sana ada duapuluh wanita cantik yang kecantikannya jauh melebihi sepuluh ‘dayang’ yang kutemui di taman sebelumnya. Kutanyakan pada duapuluh wanita jelita itu, adakah diantara kalian ‘Aina? Mereka menjawab :”Ya, ‘Aina ada dan kami adalah dayang-dayangnya, masuklah” Akupun masuk ketempat yang mereka tunjuki. Lagi-lagi pemandangan yang luar biasa terhampar di depan mataku. Taman yang jauh melebihi dua taman yang terlebih dahulu aku masuki. Di sanapun tampak tigapuluh wanita teramat cantik yang melebihi wanita-wanita yang kutemui tadi. Mereka yang ternyata juga adalah dayang-ayang mempersilakan aku untuk memasuki sebuah kubah terbuat dari batu Yaqut berwarna merah, yang sinar cahayanya berpendar di sekitarnya. "Masuklah", kata orang yang mengantarku. Akupun memasukinya dan kudapati seorang wanita cantik jelita mengalahkan semua wanita yang aku lihat sebelumnya, dia duduk seorang diri. Aku duduk menghampirinya. Kami berbicara dengannya. Saat kami berbicara orang yang mengantarku memanggil di luar. “Ayo kita harus segera pergi” katanya. Entahlah, aku seperti tidak memiliki kekuatan untuk menolaknya padahal aku masih ingin bersamanya. Kulihat mendung menggantung di wajah ‘Aina. Matanya seakan berbicara agar aku tidak meninggalkannya. “Berbukalah dengan kami malam ini ya!” kata ‘Aina memintaku. Saat itulah aku dibangunkan kalian. Ternyata itu adalah mimpi. Itulah yang menyebabkan aku menangis", kata pemuda itu mengakhiri ceritanya.


Setelah sholat, panggilan jihad dikumadangkan. Kaum muslimin kemudian bergegas mempersiapkan diri untuk menghadapi musuh. Terjadilah peperangan dahsyat dengan musuh-musuh Islam. Ketika matahari mendekati peraduannya, ketika orang yang berpuasa saatnya berbuka, pemuda itu mendapat apa yang dia inginkan. Ia terbunuh dalam keadaan masih berpuasa.


Kata Tsabit Al Banani Radhiallahu'anhu, "Aku menduganya ia dari kalangan kaum Anshar. Sepertinya dia mengetahui apa yang akan didapatkannya."


[Diterjemahkan secara bebas oleh Al Ustadz Abu Zaky bin Muchtar Dari Kitab Kitabul Jihad Karya Al Imam Al Hafizh Al Mujahid Abdullah Ibnul Mubarak]


__________
Footnote


[1] ‘Aina artinya: yang bermata jeli berbinar (Lisanul ‘Arab 13/302)

http://salafyshared.blogspot.com/2010/02/ikut-aku-menemui-istrimu.htm

Etika Ketika Makan

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apa kabar temen-temen, semoga senantiasa dalam selimut rahmat-Nya, dijauhkan dari segala macam keburukan siang dan malam.

Salam serta shalawat semoga tetap tercurah kepada Junjungan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga beserta sahabat, juga seluruh umatnya hingga yaumil akhir.

Temen-temen ikhwan wa ikhwati fillah, sungguh karena keterbatasan ilmu dan waktu kami sehingga lama tidak meng-update pesan kepada antum sekalian. Atau mungkin karena kami yang belum bisa istiqomah dalam da’wah perjuangan ini, Semoga Allah mengampuni kami, atas kekhilafan ini.

Melanjutkan pembahasan kita beberapa hari yang lalu mengenai etika sebelum makan, untuk kali ini kita akan belajar bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan tatacara makan yang benar.

ETIKA KETIKA MAKAN

Ketika memulai makan hendaknya kita mengawali dengan membaca basmallah, dianjurkan makan dengan menggunakan tangan kanan, memperkecil suapan agar dapat dikunyah dengan baik, tidak memasukkan makanan lagi sebelum menelan makan yang ada di mulut, serta tidak mencela makanan.

Anas radhiyallahu ‘anh meriwayatkan,

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mencela makanan, Apabila beliau menyukai suatu makanan, beliau memakannya. Apabila beliau tidak menyukainya, beliau tidak memakannya.” (HR. Muslim).

Salah satu etika makan yang lain adalah mengkonsumsi makanan yang ada di hadapan kita.

“Makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” (HR. Bukhari-Muslim).

Kita juga dianjurkan untuk tidak memulai makan dari tengah makanan, tapi mulai dari tepi makanan.

Kita dianjurkan tidak mengusap tangan dengan sapu tangan sebelum menjilati sisa makanan yang ada di jari-jari sebab kita tidak tahu di makanan yang mana ada berkah Allah.

Ketika hendak menkonsumsi makanan yang masih panas, kita dilarang meniup makanan tersebut. Perbuatan seperti itu dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ketiaka minum, hendaknya kita mengambil gelas dengan tangan kanan sambil mengucapkan bismillah, setelah itu meminumnya dengan cara menghisap air yang ada di gelas, bukan dengan meneguknya. Setelah minum kita dianjurkan membaca doa berikut yang artinya:

“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikannya tawar dan segar karena rahmat-Nya. Dan tidak pula menjadikannya asin dan pahit karena dosa-dosa yang kami lakukan.” (HR. Abu Dawud)

ETIKA SETELAH MAKAN

Setelah makan, kita dianjurkan membersihkan makanan yang ada di sela-sela gigi, serta membaca doa yang artinya,

“Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan minum dan menjadikan kami termasuk orang-orang yang berserah diri.”

Semua hal itu di akhiri dengan mencuci tangan dan mulut.

Wallahu a’lam,

Semoga apa yang kita dapat bermanfaat bagi kami pribadi juga bagi ikhwah fillah sekalian.

^^Bersihkan hati menuju ridha Ilahi^^

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Diposting juga ke :

http://debyanhajiprastyo.blogspot.com/


Sumber: Mukhtashar Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali.

Kamu Dusta!

Dari Sulaiman bin Yasar, dia berkata:

Suatu saat, ketika orang-orang mulai bubar meninggalkan majelis Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, maka Natil -salah seorang penduduk Syam- (beliau ini adalah seorang tabi’in yang tinggal di Palestina, pent) berkata kepadanya, “Wahai Syaikh, tuturkanlah kepada kami suatu hadits yang pernah anda dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Abu Hurairah menjawab,

“Baiklah. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya orang-orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah:

[Yang pertama] Seorang lelaki yang telah berjuang demi mencari mati syahid. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya.

Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku menemui mati syahid.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu berperang agar disebut-sebut sebagai pemberani, dan sebutan itu telah kamu peroleh di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.

[Yang kedua] Seorang lelaki yang menimba ilmu dan mengajarkannya serta pandai membaca/menghafal al-Qur’an. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya.

Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku menimba ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca/menghafal al-Qur’an di jalan-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu menimba ilmu agar disebut-sebut sebagai orang alim, dan kamu membaca al-Qur’an agar disebut sebagai qari’. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.

[Yang ketiga] Seorang lelaki yang diberi kelapangan oleh Allah serta mendapatkan karunia berupa segala macam bentuk harta. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya.

Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Tidak ada satupun kesempatan yang Engkau cintai agar hamba-Mu berinfak padanya melainkan aku telah berinfak padanya untuk mencari ridha-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sesungguhnya kamu berinfak hanya demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang dermawan. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.”
(HR. Muslim [1903], lihat Syarh Muslim [6/529-530])

Hadits yang agung ini memberikan faedah bagi kita, di antaranya:

Dosa riya’ -yaitu beramal karena dilihat orang dan demi mendapatkan sanjungan- adalah dosa yang sangat diharamkan dan sangat berat hukumannya (lihat Syarh Muslim [6/531]). Riya’ merupakan bahaya yang lebih dikhawatirkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpa orang-orang salih sekelas para sahabat. Beliau bersabda, “Maukah kukabarkan kepada kalian mengenai sesuatu yang lebih aku takutkan menyerang kalian daripada al-Masih ad-Dajjal?”. Para sahabat menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Beliau berkata, “Yaitu syirik yang samar. Tatkala seorang berdiri menunaikan sholat lantas membagus-baguskan sholatnya karena merasa dirinya diperhatikan oleh orang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, al-Bushiri berkata sanadnya hasan) (lihat at-Tam-hid, hal. 397, al-Qaul al-Mufid [2/55]). Kalau para sahabat saja demikian, maka bagaimana lagi dengan orang seperti kita? Allahul musta’aan…

Dorongan agar menunaikan kewajiban ikhlas dalam beramal. Hal ini sebagaimana yang telah Allah perintahkan dalam ayat (yang artinya), “Tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan amal untuk-Nya dalam menjalankan agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah: 5) (lihat Syarh Muslim [6/531])

Hadits ini menunjukkan bahwa dalil-dalil lain yang bersifat umum yang menyebutkan keutamaan jihad itu hanyalah berlaku bagi orang-orang yang berjihad secara ikhlas. Demikian pula pujian-pujian yang ditujukan kepada ulama dan orang-orang yang gemar berinfak dalam kebaikan hanyalah dimaksudkan bagi orang-orang yang melakukannya ikhlas karena Allah (lihat Syarh Muslim [6/531-532])

Sesungguhnya ikhlas tidak akan berkumpul dengan kecintaan kepada pujian dan sifat rakus terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak akan bersatu antara ikhlas di dalam hati dengan kecintaan terhadap pujian dan sanjungan serta ketamakan terhadap apa yang dimiliki oleh manusia, kecuali sebagaimana bersatunya air dengan api atau dhobb/sejenis biawak dengan ikan -musuhnya-.” (al-Fawa’id, hal. 143)

Keikhlasan merupakan sesuatu yang membutuhkan perjuangan dan kesungguh-sungguhan dalam menundukkan hawa nafsu. Sahl bin Abdullah berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih sulit bagi jiwa manusia selain daripada ikhlas. Karena di dalamnya sama sekali tidak terdapat jatah untuk memuaskan hawa nafsunya.” (Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 26). Sebagian salaf berkata, “Tidaklah aku berjuang menundukkan diriku dengan perjuangan yang lebih berat daripada perjuangan untuk meraih ikhlas.” (lihat al-Qaul al-Mufid [2/53])

Tercela dan diharamkannya orang yang menimba ilmu agama tidak ikhlas karena Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menuntut ilmu yang semestinya dipelajari demi mencari wajah Allah akan tetapi dia tidak menuntutnya melainkan untuk menggapai kesenangan dunia maka dia pasti tidak akan mendapatkan bau -harum- surga pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Dawud dan disahihkan al-Albani) (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 22)

Amalan yang tercampuri syirik -contohnya riya’- tidak diterima oleh Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah ta’ala berfirman: Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang dia mempersekutukan diri-Ku dengan selain-Ku maka akan Kutinggalkan dia bersama kesyirikannya.” (HR. Muslim) (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 23)
Sebesar apapun amalan, maka yang akan diterima Allah hanyalah amal yang ikhlas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali yang dilakukan dengan ikhlas dan demi mencari wajah-Nya.” (HR. Nasa’i dan dihasankan al-Albani) (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 21)

Amalan yang besar bisa berubah menjadi kecil gara-gara niat, sebagaimana amal yang kecil bisa menjadi bernilai besar karena niat. Ibnu Mubarak berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil karena niat.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)

Abu Hanyf Kafaby April 29 at 6:41pm

Kebiasaan Tidur Pagi Ternyata Bahaya


Kita telah ketahui bersama bahwa waktu pagi adalah waktu yang penuh berkah dan di antara waktu yang kita diperintahkan untuk memanfaatkannya. Akan tetapi, pada kenyataannya kita banyak melihat orang-orang melalaikan waktu yang mulia ini. Waktu yang seharusnya dipergunakan untuk bekerja, melakukan ketaatan dan beribadah, ternyata dipergunakaan untuk tidur dan bermalas-malasan.

Saudaraku, ingatlah bahwa orang-orang sholih terdahulu sangat membenci tidur pagi. Kita dapat melihat ini dari penuturan Ibnul Qayyim ketika menjelaskan masalah banyak tidur yaitu bahwa banyak tidur dapat mematikan hati dan membuat badan merasa malas serta membuang-buang waktu. Beliau rahimahullah mengatakan,

“Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan.

Waktu tidur yang paling bermanfaat yaitu :
[1] tidur ketika sangat perlu,
[2] tidur di awal malam –ini lebih manfaat daripada tidur di akhir malam-,
[3] tidur di pertengahan siang –ini lebih bermanfaat daripada tidur di waktu pagi dan sore-.

 Apalagi di waktu pagi dan sore sangat sedikit sekali manfaatnya bahkan lebih banyak bahaya yang ditimbulkan, lebih-lebih lagi tidur di waktu ‘Ashar dan awal pagi kecuali jika memang tidak tidur semalaman.

Menurut para salaf, tidur yang terlarang adalah tidur ketika selesai shalat shubuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah waktu untuk menuai ghonimah (pahala yang berlimpah). Mengisi waktu tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang sholih. Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rizki dan datangnya barokah (banyak kebaikan).” (Madarijus Salikin, 1/459, Maktabah Syamilah)

BAHAYA TIDUR PAGI [1]
1. Tidak sesuai dengan petunjuk Al Qur'an dan As Sunnah.

2. Bukan termasuk akhlak dan kebiasaan para salafush sholih (generasi terbaik umat ini), bahkan      merupakan perbuatan yang dibenci.

3. Tidak mendapatkan barokah di dalam waktu dan amalannya.

4. Menyebabkan malas dan tidak bersemangat di sisa harinya.
Maksud dari hal ini dapat dilihat dari perkataan Ibnul Qayyim. Beliau rahimahullah berkata, "Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya." (Miftah Daris Sa'adah, 2/216). Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.

5. Menghambat datangnya rizki.
Ibnul Qayyim berkata, "Empat hal yang menghambat datangnya rizki adalah [1] tidur di waktu pagi, [2] sedikit sholat, [3] malas-malasan dan [4] berkhianat." (Zaadul Ma’ad, 4/378)

6. Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat. (Zaadul Ma’ad, 4/222)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...