28 Mei 2010

Ketika Cinta Menggoda

Tercengang! Mungkin itu satu kata yang pas menggambarkan kondisi saya saat itu. Seorang akhwat senior menceritakan kisah seorang temannya yang juga akhwat, mari sebut saja si N. Beberapa waktu lalu si N ini hampir dikhitbah. Kronologisnya seorang ikhwan, sebut saja X, menyatakan kepada N tentang niatnya mengkhitbah N. Namun sayangnya niat baik si X ini tidak kunjung muncul realisasinya. Si X belum juga mengutarakan niatannya pada orangtuanya sendiri, pada murrobinya, apalagi pada orangtua dan murrobi si N. Hubungan tanpa kejelasan ini berlangsung selama beberapa bulan dan justru menjadi hubungan yang tidak sehat. Kenapa dikatakan demikian? Karena selama beberapa bulan itu, si N dan X semakin intens berkomunikasi, tepatnya lewat sms. Sms-sms yang dikirim pun bukan lagi sekedar sms biasa, namun mulai menjurus dengan munculnya panggilan-panggilan sayang diantara keduanya serta saling curhat hal-hal yang pribadi tanpa kenal waktu, termasuk masalah jam malam yang biasa berlaku di kalangan ikhwah. Astaghfirullah. Dua insan yang belum ada ikatan ini rupanya semakin dimabuk cinta. Prinsip yang selama ini dipegang teguh seperti hilang disapu badai asmara yang kian menggelora di hati keduanya. Nahas! Hubungan tanpa kejelasan ini akhirnya kandas lantaran ketidakjelasan sikap si X. Akhirnya lagi-lagi perempuan yang jadi korban.

Tercengang! Ini memang satu kata yang pantas menggambarkan perasaan seorang teman lainnya saat ini. Teman saya ini baru saja menceritakan pada saya tentang temannya, sebut saja Fulanah, yang mengalami hal hampir serupa dengan N. Hanya saja si Fulanah ini masih dalam tahap mabuk kepayang dengan seorang ikhwan, sebut saja Fulan, yang beberapa waktu lalu menyatakan niatnya untuk mengkhitbah Fulanah. Kondisi hubungan Fulanah dan Fulan saat ini semakin memburuk dengan makin gencarnya sms mesra dan sms curhat dari Fulan yang dikirim tak kenal waktu. Entah sampai kapan hubungan seperti ini akan berlanjut, hanya saja saat ini proses keduanya belum dimulai lantaran beberapa halangan dari pihak ikhwannya.

Banyak juga cerita beredar, tentang para ikhwah yang saling nge-take-in calonnya masing-masing. Misalnya, si Ronald (piss yo Uda..hahaha^__^) yang menjanjikan pada si Upik kalau dia akan menikahi Upik kelak, setelah lulus kuliah, setelah mapan, dan setelah-setelah lainnya.

Ada juga beberapa ikhwan yang saya tidak sengaja temukan, bermain-main dengan “api” ini. Misalnya ikhwan Z yang kerap mengirim sms pada akhwat Fulanah dengan bunyi antara lain seperti ini: “Lagi ngapain?” , atau “Lagi syuro dimana? Posisi duduknya seperti apa?”, atau “Sudah makan belum?”, atau “Hari ini pakai baju warna apa?”, atau “Sudah bangun?”, atau bahkan “Sudah mandi belum?”. Astaghfirullah.

Inikah potret ikhwah sekarang?
Ketika masalah hati berbicara, akankah nilai-nilai yang selama ini dipegang teguh kan hilang?
Sungguh, betapa sedih hati saya melihat seringnya fenomena ini terjadi di kalangan ikhwah. Mengapa engkau para ikhwan kerap tidak sadar kala jempol kalian menari diatas tuts-tuts handphone kalian lantaran terbawa perasaan? Mengapa engkau para akhwat kerap tidak sadar ketika kehormatanmu engkau pertaruhkan lantaran terbawa sihir asmara yang terkirim lewat sms-sms itu?

Duh cinta, kala virusmu menyerang.
Kau tutup mata, telinga, dan mulut para saudara dan saudariku.
Duh cinta, kala virusmu menyerang. Kau tutup mata mereka, sehingga meski seburuk apapun rupa pujaan hati mereka, si pujaan hati kan terlihat yang paling keren sedunia. Meski seburuk apapun citranya di mata orang lain, si pujaan hati kan tetap terlihat sebagai orang paling baik dan sempurna di dunia.

Duh cinta, kala virusmu menyerang. Kau tutup telinga mereka, sehingga meski seburuk apapun omongan orang terhadap si pujaan hati, ia kan tetap terjaga citranya dalam otak si pecinta. Meski sekasar apapun kata yang dikeluarkan, si pujaan hati kan tetap terjaga namanya dalam otak si pecinta. Meski sebanyak apapun nasihat yang dikeluarkan orang-orang yang berusaha menjaga si pecinta, telinganya tidak akan menangkap sepatah kata pun yang diberikan.

Duh cinta, kala virusmu menyerang. Kau tutup mulut mereka, sehingga mulut itu akan tetap bungkam manakala mulai muncul ketidaknyamanan dalam interaksi keduanya. Mulut itu akan tetap bungkam manakala kekerasan dalam hubungan tak terhindarkan. Pantaslah banyak kasus kekerasan yang jarang terungkap tuntas.

Dulu saya pernah berpikir bahwa para aktivis dakwah kampus adalah orang-orang “langitan” yang selalu akan patuh pada setiap perintah Allah SWT dan menjauhi setiap larangan-Nya. Seiring dengan waktu, saya mendapati kenyataan bahwa para ikhwah ini hanyalah manusia biasa saja dengan segala kekurangan yang kerap ada pada manusia pada umumnya. Sungguh saya kini menyadari bahwa mereka adalah orang-orang yang sama dengan segala problematika pribadinya, pun dalam hal percintaannya. Tak peduli dengan tingginya jabatan, pangkat, amanah atau apapun yang tengah diemban masing-masing ikhwah ini.

Mungkin semua orang sudah tahu bahwa para orang-orang “langitan” ini adalah orang-orang yang menghindari benar suatu kondisi hubungan yang kerap diistilahkan sebagai pacaran. Sampai-sampai ada lagu yang tercipta dengan lirik “…daripada kita pacaran, lebih baik sholawatan”. Dalam konsepsi ideal yang dimiliki para ikhwah, satu-satunya hubungan percintaan yang dihalalkan adalah hubungan yang terbina dalam suatu ikatan pernikahan yang diraih dengan suatu proses bernama ta’aruf. Namun ternyata oh ternyata, kejadian demi kejadian yang telah disebut di awal terus saja terjadi, tak peduli setinggi apapun jabatan yang tengah diemban, tak peduli penilaian orang lain tentang dalamnya pemahaman yang bersangkutan terhadap masalah ummat, dan sebagainya.

Kalian yang anti pacaran, tapi kalian justru mempraktikkan esensi pacaran itu sendiri, atau bahkan lebih buruk lagi. Kalian mempraktikkan suatu hubungan yang sering disebut para remaja sebagai hubungan tanpa status (HTS).

Kini haruskah kondisi ini dibiarkan?

Epilog:

Virus cinta memang mematikan. Ia menutup mata, telinga, dan mulut orang yang tengah diselimuti aroma romantisme cinta. Mata akan selalu tertutup selama cinta itu bersemayam dalam hati si pecinta, sehingga ia pun tak akan peduli tentang paras dan tingkah laku orang yang dicintai, termasuk pandangan orang lain terhadap pujaan hatinya. Pun dengan telinga si pecinta yang akan selalu tertutup terhadap segala tutur kasar atau kurang sopan yang diucapkan pujaan hati, juga tertutup terhadap nasihat orang-orang di sekitarnya. Meski orangtua yang selama ini dihormatinya turun tangan dalam memberi nasihat yang baik padanya, ia malah akan memandangnya sebagai suatu penghalang bagi hatinya yang tengah dilanda cinta. Tak pelak banyak hubungan orangtua dan anak yang remuk kala sang anak dimabuk cinta. Begitu pula dengan mulut si pecinta yang akan tetap terkatup lantaran ketakjubannya pada pujaan hati, meski kemudian muncul hal-hal tidak menyenangkan dalam hubungannya dengan pujaan hati. Pantaslah banyak kasus kekerasan dalam hubungan pacaran ataupun KDRT dalam hubungan suami istri yang jarang terungkap tuntas. Pantaslah banyak kasus aborsi yang kini makin tak terhindarkan di kalangan remaja kita. Mengapa demikian? Karena di usia remaja ini lah, para pemuda pemudi kita mengalami suatu masa yang disebut pubertas dan biasanya mulai mengenal dan menikmati cinta lewat suatu ikatan bernama pacaran. Masa mereka menikmati manisnya cinta ini, biasanya para remaja ini bersedia untuk melakukan apapun demi orang yang dicintainya. Sungguh inilah salah satu godaan terbesar yang setan sodorkan pada manusia. Kalau boleh diasosiasikan dengan para ikhwah akan jadi seperti ini: para ikhwah adalah orang-orang yang selama ini mencoba menjaga hati dan perasaannya terhadap lawan jenis mereka karena selama ini mereka didoktrin tentang hubungan yang dihalalkan hanyalah hubungan dalam ikatan pernikahan. Jadi ketika ikhwah merasakan jatuh cinta dalam interaksinya dengan lawan jenisnya, maka para ikhwah ini tak ada bedanya dengan para remaja yang tengah dilanda cinta pada usia pubertas mereka. Hanya saja ketika ikhwah jatuh cinta, maka akan dapat menimbulkan ekses positif maupun negatif.

Ketika ikhwah jatuh cinta dapat menimbulkan ekses positif apabila ketika ia jatuh cinta, ia mencontoh sikap Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az Zahra yang sebenarnya telah saling tertarik alias jatuh cinta jauh sebelum mereka dinikahkan oleh Rasulullah SAW yang merupakan ayahanda Fatimah Az Zahra. Namun meski ada cinta yang telah bersemayam, mereka tidak pernah saling mengutarakan perasaannya, baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan. Sikap menjaga hijab diantara keduanya tetap berlaku seperti layaknya hijab yang mereka berlakukan manakala berinteraksi dengan lawan jenis lainnya. Keduanya tetap saling menjaga pandangannya. Pun ketika Rasulullah SAW menyatakan pada Fatimah bahwa beliau berniat menikahkannya dengan seseorang, tak ada sepatah kata pun yang diucapkan Fatimah untuk meminta pada ayahandanya agar menjadikan Ali sebagai calon suaminya. Inilah potret cinta ikhwah yang indah. Manakala hati tetap dijaga dengan menjaga lisan, tulisan, dan perbuatan terhadap orang yang sebenarnya kita cintai. Saya pun jadi teringat nasihat seorang saudari seiman dulu sebelum saya mengenal tarbiyah ini. Beliau mengatakan pada saya bahwa apabila kita menahan perasaan cinta dan tidak mengungkapkannya lewat lisan, tulisan, ataupun perbuatan kemudian kita mati dengan tetap masih menahan perasaan tersebut tanpa pernah mengungkapkannya, maka matinya kita adalah syahid. Subhanallah! Betapa Allah menghargai sikap sederhana tersebut dengan gelar kemuliaan syahid yang banyak diidamkan orang yang beriman. Ekses positif lainnya yang dapat muncul yaitu makin taqorrub-nya orang yang jatuh cinta pada sang Khalik, motivasi baginya untuk cepat lulus, lebih sukses, lebih mapan, lebih sholeh/sholehah, lebih ghodul bashor,dan lebih-lebih lainnya yang pada akhirnya akan menjadi bekalnya untuk siap memasuki gerbang pernikahan yang Allah ridhoi.

Namun sayangnya, ketika ikhwah jatuh cinta pun dapat menimbulkan ekses negatif manakala ia tak dapat mengendalikan perasaannya. Mungkin iya, ia menjaga lisannya hingga tak terucap kata cinta atau sayang pada pujaan hatinya. Namun terkadang seringkali ikhwah khilaf dalam tulisan dan perbuatan yang dilakukannya kala berinteraksi dengan pujaan hatinya. Banyaknya kasus sms mesra, banyaknya kasus sms curhat, banyaknya ikhwan akhwat yang saling nge-take-in calon mempelainya, banyaknya proses ta’aruf yang berlarut-larut, banyaknya hubungan tanpa status (HTS) antara ikhwan akhwat yang sama saja dengan orang yang berpacaran, dan sebagainya merupakan contoh nyata ekses negatif yang muncul manakala ikhwah jatuh cinta.


“Sesungguhnya fitnah selalu ditampakkan pada hati.
Jika hatimu merasa senang dengannya maka satu titik hitam digoreskan padanya,
dan jika ia ingkari maka satu titik putih diletakkan padanya.”
– Hudzaifah bin Yaman


Sungguh, tak takutkah kita akan murka-Nya?


“Alhaqqu tsaqilun mariyyun,
walbathilu khafifun wabiyun,
wa rubba syahwatin turitsu huznan thawilan
(Kebenaran itu berat dan lezat, batil itu ringan dan membawa laknat.
Berapa banyak syahwat telah menyebabkan duka yang panjang?).”
– Ibnu Mas’ud.


wallahu'alam bishowab

referensi tambahan: http://www.facebook.com/profile.php?id=1002511726&ref=profile#/note.php?note_id=141376756781&ref=mf

http://www.facebook.com/note.php?note_id=141475879367&ref=mf

Tiada ulasan:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...